Saat itu, Majapahit dilanda berbagai pemberontakan. Salah satu pemberontakan dilakukan oleh Ra Kuti.
Pemberontakan Ra Kuti termasuk pemberontakan besar. Akibat pemberontakan ini, raja harus mengungsi ke Badander.
Namun pada akhirnya pemberontakan itu berhasil dipadamkan oleh Gajah Mada, dan raja pun bisa kembali ke Istana.
Dalam Pararaton disebutkan, Gajah Mada berhenti sebagai kepala pasukan Bhayangkara usai memadamkan pemberontakan.
Selang dua bulan kemudian, Gajah Mada diangkat menjadi patih di Kahuripan selama dua tahun.
Berikutnya terjadi lagi pemberontakan di Majapahit. Lagi-lagi, Gajah Mada berhasil memadamkan pemberontakannya itu.
Saat itu, Majapahit berada di bawah kekuasaan Ratu Tribuwana Tunggadewi. Sang ratu lantas melantik Gajah Mada menjadi Patih Amangkhubumi.
Saat pelantikan itulah Gajah Mada mengucapkan Amukti Palapa atau Sumpah Palapa.
Sumpah tersebut membuat Gajah Mada mendapat cibiran dari para menteri dan pembesar kerajaan yang mendengarnya.
Bahkan, Arya Tadah yang merupakan Mahapatih sebelum Gajah Mada juga ikut menertawakan.
Penertawaan itu tidak lain hanya karena ucapan Gajah Mada amat berat dan mustahil diwujudkan.
Namun, sikap para pembesar itu justru menjadi cambuk bagi Gajah Mada untuk mewujudkan para yang sudah diucapkan.
Dalam isi Sumpah Palapa, Gajah Mada dengan tegas mengucapkan akan mengalahkan wilayah “Nuswantara” atau Nusantara.
Adapun Nusantara terdiri dari dua kata, yaitu nusa yang artinya pulau, dan antara yang artinya seberang.
Baca juga: Trowulan dan Jejak Kedaton Majapahit yang Belum Tersingkap
Secara politis, Nusantara adalah gugusan pulau yang terdapat di benua Asia dan Australia, bahkan sampai Semenanjung Malaya.