Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diskriminasi Pendidikan Agama Penghayat Kepercayaan di Magelang

Kompas.com - 22/11/2021, 12:17 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana,
Khairina

Tim Redaksi

 

Sementara itu, Direktur Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Kemendikbudristek, Sjamsul Hadi tidak memungkiri bahwa berbagai kendala masih dihadapi daerah dalam implementasi pendidikan agama bagi Penghayat Kepercayaan, termasuk di Magelang.

Saat ini baru ada sekitar 326 penyuluh pendidikan agama Penghayat Kepercayaan yang tersebar di 15 provinsi. Mereka pun belum berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) sehingga tidak bisa mengisi e-rapor siswa Penghayat Kepercayaan.

“Pengisian e-rapor kan harus guru status ASN, kita belum ada," imbuh Sjamsul.

Data pada akhir 2020, tercatat ada 2.868 peserta didik dari kalangan Penghayat Kepercayaan yang tersebar di 15 provinsi, diantaranya di Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan di Pulau Sumatera serta Sulawesi. Buku teks juga sudah disusun untuk dipakai kelas 1 sampai 12.

Pada 3 November 2021, lanjut Sjamsul, Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang, Jawa Tengah, meresmikan Program S1 Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Prodi ini merupakan satu-satunya prodi baru yang ada di Indonesia saat ini.

"Sudah ada 33 mahasiswa yang masuk prodi tersebut yang diharapkan ke depan menjadi tenaga pendidik Penghayat Kepercayaan di kesatuan sekolah formal," sebutnya.

Lebih lanjut, Kemendikbudristek telah membentuk Tim Koordinasi Advokasi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, akhir Oktober 2021 lalu. 

"Kalau ada persoalan terkait Penghayat Kepercayaan dan Masyarakat Adat, misalnya pendidikan ini, tim advokasi yang akan membantu daerah, berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait yakni MLKI maupun Dinas Pendidikan setempat," ucap Sjamsul.

Baca juga: Soal Putusan MK Terkait Penghayat Kepercayaan di KTP, Ini Perintah Jokowi kepada Mendagri

Harti, Pamong Budaya Madya, pada Direktorat Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Kemendikbudristek, menambahkan, ada alur yang harus dipenuhi jika ingin pelayanan pendidikan agama Penghayat Kepercayaan diterapkan di sekolah-sekolah di Magelang.

Pertama, orangtua calon peserta didik mengajukan penyediaan layanan pendidikan agama Penghayat Kepercayaan. Atas permohonan tersebut, pihak sekolah akan mengajukan usulan ke Disdikbud setempat.

“Jadi kalau tidak ada permintaan dari orangtua peserta didik, ya tidak bisa. Kalau ada permintaan, maka sekolah akan mengusulkan ke Disdikbud,” ucap Harti.

Sosialisasi tentang pelayanan pendidikan agama Penghayat Kepercayaan sudah kerap dilaksanakan ke daerah-daerah. 

Pedoman pelaksanaan pelayanan pendidikan agama Penghayat Kepercayaan juga mudah diakses di internet. Pedoman ini meliputi kurikulum, buku teks, tenaga penyuluh dan perangkat pendidikan lainnya.

"Kami coba berkomunikasi dengan MLKI di sini (Magelang) terlebih dahulu, untuk memetakan persoalan dan harapannya bisa ada solusi," ungkapnya.

Kepala Program S2 Program of The Center Religious and Cross-cultural Studies (CRCS), Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Samsul Maarif menuturkan, realita pendidikan agama Penghayat Kepercayaan di lapangan memang begitu kompleks. Ada kondisi-kondisi tertentu yang menyebabkan pendidikan itu tidak berjalan.

Samsul menyebut ada situasi di mana sekolah tidak tahu karena tidak ada sosialisasi, begitu juga penghayat yang tidak menginformasikan kalau mereka membutuhkan pendidikan agama bagi anak-anak mereka sendiri di sekolah.

Ada pula sekolah yang sudah tahu tapi tidak ada penyuluh.

"Sering juga ditemukan, di kalangan penghayat yang tidak pro aktif, entah karena tidak ada sosialisasi atau ada banyak pertimbangan lain. Ini menambah kerumitannya,” jelas Samsul.

Kemudian, dari kalangan penghayat ada yang tidak mau diusulkan menjadi penyuluh dan sebaliknya ada penghayat yang sudah siap dari sisi pendidikan dan lainnya tapi tidak segera mendapat pelatihan penyuluh.

"Kalau di Magelang sudah penghayat, secara aturan mereka berhak mendapat pendidikan agama. Apalagi kalau sudah ada penyuluhnya, maka tekanan (ke sekolah) jadi lebih kuat,” tandas Samsul.

Baca juga: Pemerintah Siapkan KTP Khusus untuk Penghayat Kepercayaan

Samsul mengakui salah satu faktor minimnya penyuluh pendidikan agama Penghayat Kepercayaan adalah honor.

Saat ini, pemerintah tengah mengupayakan, bahkan dipastikan tahun depan, sudah ada aturan terkait pemberian honor bagi penyuluh di sekolah-sekolah.

Lebih lanjut, diskomunikasi penghayat dengan MLKI, sekolah, Disdikbud, termasuk Kemendikbudristek, menjadi salah satu faktor ruang aktualisasi pendidikan agama Penghayat Kepercayaan tidak berjalan.

Komunikasi ini perlu agar aturan negara tentang pendidikan agama Penghayat Kepercayaan dapat dijalankan.

Selain itu, perlu dipastikan pula identitas Penghayat Kepercayaan di Magelang sudah tercantum di KTP atau KK secara administratif.

Sebab di sekolah, pendidikan agama diajarkan oleh pemeluknya kepada pemeluknya.

“Dengan adanya pendidikan agama Penghayat Kepercayaan, maka menambah pendidikan agama di sekolah-sekolah. Itu adalah hak warga untuk memilih pendidikan sesuai keyakinannya,” tegas Samsul.

***

Liputan ini merupakan bagian dari program Workshop dan Story Grant Pers Mainstream yang digelar Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) bekerjasama dengan Norwegian Embassy untuk Indonesia.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasad Korban Penembakan KKB Belum Dipindahkan karena Pesawat Takut Terbang ke Homeyo

Jasad Korban Penembakan KKB Belum Dipindahkan karena Pesawat Takut Terbang ke Homeyo

Regional
Klaim Dapat Dua Rekomendasi Golkar, Dico Bisa Pilih Maju di Pilkada Jateng atau Kendal

Klaim Dapat Dua Rekomendasi Golkar, Dico Bisa Pilih Maju di Pilkada Jateng atau Kendal

Regional
Cegah PMK Jelang Idul Adha, Pedagang di Solo Diminta Tak Datangkan Sapi dari Luar Daerah

Cegah PMK Jelang Idul Adha, Pedagang di Solo Diminta Tak Datangkan Sapi dari Luar Daerah

Regional
Raker Konwil I Apeksi Pekanbaru Dimulai, Ini Rangkaian Kegiatannya

Raker Konwil I Apeksi Pekanbaru Dimulai, Ini Rangkaian Kegiatannya

Kilas Daerah
Jadi Narsum HTBS, Pj Nurdin Paparkan Upaya Pemkot Tangerang Tanggulangi Tuberkulosis

Jadi Narsum HTBS, Pj Nurdin Paparkan Upaya Pemkot Tangerang Tanggulangi Tuberkulosis

Regional
Promosikan Produk Unggulan Koperasi dan UMKM, Pemkot Semarang Gelar SIM

Promosikan Produk Unggulan Koperasi dan UMKM, Pemkot Semarang Gelar SIM

Regional
Ingin Tetap Oposisi, PKS Solo Tolak Bergabung ke Prabowo-Gibran

Ingin Tetap Oposisi, PKS Solo Tolak Bergabung ke Prabowo-Gibran

Regional
Balihonya Bermunculkan Jelang Pilkada, Ketua PPP Magelang Beri Penjelasan

Balihonya Bermunculkan Jelang Pilkada, Ketua PPP Magelang Beri Penjelasan

Regional
Warga Pesisir Lampung Ikuti Sekolah Lapang Iklim

Warga Pesisir Lampung Ikuti Sekolah Lapang Iklim

Regional
Antisipasi Kebocoran PAD, Dishub Kota Serang Terapkan Skema E-Parkir

Antisipasi Kebocoran PAD, Dishub Kota Serang Terapkan Skema E-Parkir

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Jumat 3 Mei 2024, dan Besok : Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Jumat 3 Mei 2024, dan Besok : Berawan Sepanjang Hari

Regional
WNA Ilegal Masuk Indonesia via Tanjung Balai Diserahkan ke Kejaksaan

WNA Ilegal Masuk Indonesia via Tanjung Balai Diserahkan ke Kejaksaan

Regional
Tanaman Pisang di Ende Terserang Penyakit Darah Pisang

Tanaman Pisang di Ende Terserang Penyakit Darah Pisang

Regional
Dosen Unika Atma Jaya Daftar Jadi Calon Gubernur NTT di Partai Gerindra

Dosen Unika Atma Jaya Daftar Jadi Calon Gubernur NTT di Partai Gerindra

Regional
Buron 10 Tahun Lebih, Perempuan Mantan PNS Ditangkap di Pekanbaru

Buron 10 Tahun Lebih, Perempuan Mantan PNS Ditangkap di Pekanbaru

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com