Hal serupa dialami oleh Adi Kulowasit (31) seorang petani asal Desa Kapuhan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Putranya memilih mengikuti agama Islam agar bisa bersekolah di SD Negeri Kapuhan, Kabupaten Magelang.
Alasan pihak sekolah waktu itu karena tidak ada guru yang mengajar penghayat kepercayaan. Pilihannya hanya 3, yaitu Islam, Kristen atau Katolik.
"Anak saya ikut pelajaran agama Islam, sekadarnya saja agar dapat nilai, Toh kami nggak mengimani agama itu. Sehari-hari ya ikut kami (sebagai penghayat)," kata Wasit.
Ketua Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) Kabupaten Magelang, Kikis Wantoro (42) mengungkapkan, hingga saat ini tidak ada sekolah maupun lembaga pendidikan di Magelang yang memberikan fasilitas bagi anak-anak penghayat kepercayaan.
Baca juga: Sebanyak 160 Ribu Warga Cantumkan Identitas Penghayat Kepercayaan di KTP
Kikis mengatakan, MLKI Kabupaten Magelang telah melaksanakan mandat dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudistek) untuk memfasilitasi kegiatan pencetak penyuluh penghayat kepercayaan, dengan harapan bisa mengajar anak-anak penghayat kepercayaan di sekolah.
Ada sekitar 5 orang di Kabupaten Magelang yang sudah dilatih hingga mengantongi sertifikat sebagai penyuluh Penghayat Kepercayaan dari Kemendikbudristek.
Sertifikat tersebut menandakan bahwa mereka sudah berkompeten dan siap untuk disalurkan ke sekolah atau lembaga pendidikan.
"Akan tetapi faktanya, tidak ada sekolah yang mau menampung mereka dengan alasan tidak ada dasar aturannya. Bahkan, ketika dikonfirmasi ke sekolah dan Disdikbud malah saling lempar," terang Kikis, di Sekretariat Kelompok Penghayat Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa "Pahoman Sejati" Desa Kapuhan.
Menurut Kikis, para penyuluh ini sering kali hanya dijanjikan jika sudah lulus pelatihan akan disalurkan ke sekolah-sekolah yang membutuhkan.
Ia mengaku sudah memenuhi syarat apapun yang ditetapkan agar bisa mengajar anak-anak penghayat, mulai dari membuat surat pernyataan bermaterai, mengumpulkan data-data anak penghayat dan sebagainya.
Mereka juga bersedia, kalau pun harus mendatangi ke rumah siswa jika mereka pelajaran penghayat kepercayaan tidak bisa dilaksanakan di sekolah.
"Tapi ya tetap tidak berbuah hasil sampai sekarang," ucap Kikis.