Sebanyak sembilan jaksa dari Kejaksaan Negeri Karawang dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat diperiksa oleh Kejaksaan Agung RI.
Pemeriksaan dilakukan sebagai buntut tuntutan hukuman satu tahun penjara kepada Valencya (45), ibu dua anak yang memarahi suaminya pulang dalam keadaan mabuk.
Tuntutan jaksa terungkap dalam persidangan Kamis, 11 November 2021.
Hal ini terungkap dalam siaran pers yang ditandatangani oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
"Pelaksanaan Eksaminasi Khusus telah dilakukan dengan mewawancarai sebanyak 9 (sembilan) orang baik dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kejaksaan Negeri Karawang, serta Jaksa Penuntut Umum (P-16 A)," tulis siaran pers tersebut.
Baca juga: 9 Jaksa di Karawang Diperiksa Usai Tuntut Penjarakan Ibu yang Marahi Suaminya Pulang Mabuk
Dalam video yang viral di media sosial, Achmad menyebut KPK seharusnya memanggil kepala daerah terlebih dahulu sebelum OTT.
"Kami para kepala daerah, kami semua takut dan tidak mau di-OTT. Maka kami mohon kepada KPK sebelum OTT, mohon kalau ditemukan kesalahan, sebelum OTT kami dipanggil dahulu. Kalau ternyata dia itu berubah, ya sudah lepas begitu. Tapi kalau kemudian tidak berubah, baru ditangkap Pak," kata Husein dalam video berdurasi 24 detik tersebut.
Saat dikonfirmasi, Achmad menjelaskan, video tersebut tak lengkap dan memicu komentar banyak pihak.
Husein menyebut, pernyataan itu dalam konteks diskusi saat kegiatan Koordinasi Supervisi Pencegahan (Korsupgah) KPK pada Kamis (11/11/2021) di Semarang, Jawa Tengah.
Baca juga: Di Balik Permintaan Bupati Banyumas, Ada Peringatan Sebelum OTT KPK...
Mereka adalah seorang PNS pada Bagian Penata Pertanahan berinisial RY (57) dan pegawai pemerintah Non PNS pada Bagian Administrasi inisial PR (41).
"Kedua tersangka ini modusnya mengulur proses pengukuran sehingga pihak yang mengurus ini bersedia atau mau memberikan uang lebih agar pengurusan dipercepat," ujar Wakil Dirkrimsus Polda Banten AKBP Hendi Febrianto, Senin (15/11/2021).
Kasus ini berawal dari laporan perempuan, LL yang mengajukan SHM pada tanah seluas 30 hektar yang ia beli. Ia menyiapkan dana sebesar Rp 36.000.000 untuk memenuhi permintaan biaya tambahan pengurusan SHM oleh tersangka PR dan RY.
Padahal, LL sebelumnya telah membayar biaya Penerimaan Negera Bukan Pajak (PNBP) senilai Rp 1.833.000 ke Kantor BPN Lebak.
Baca juga: Begini Modus Oknum Pegawai BPN Lebak Lakukan Pungli Sertifikat Tanah
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Farida Farhan | Editor : Robertus Belarminus, Aprillia Ika, Michael Hangga Wismabrata, I Kadek Wira Aditya)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.