MALANG, KOMPAS.com - Praktik menitipkan orangtua lanjut usia (lansia) ke panti jompo menjadi perbincangan setelah sebuah foto viral di media sosial yang berisi surat pernyataan tiga anak menitipkan ibunya ke griya lansia karena sibuk.
Dosen di Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Brawijaya (UB), Ika Herani menjelaskan, menitipkan lansia di panti jompo harus diikuti kehendak sadar lansia tersebut.
Baca juga: Mengaku Diajak Jalan-jalan Ternyata Dititipkan ke Panti Jompo, Trimah: Tadinya Bilang Perginya Dekat
Idealnya, orang dengan lanjut usia atau lansia diajak berdiskusi terlebih dahulu sebelum dititipkan di panti jompo.
"Kalau misalnya kita mau meletakkan orangtua di panti jompo seharusnya orangtua ini tahu dan punya keinginan untuk tinggal di situ," katanya melalui sambungan telepon, Selasa (2/11/2021).
Jika tidak, hal itu bisa menjadi salah satu bagian dari kekerasan terhadap lansia.
"Tidak tiba-tiba ditaruh di panti jompo. Kalau tidak dikasih tahu dari awal maka ini masuk di bullying atau kekerasan terhadap lansia," katanya.
Menurutnya, budaya di negara-negara Barat berbeda dari negara-negara Asia terkait dengan perlakuan terhadap Lansia.
Di negara-negara Barat, menitipkan lansia di panti jompo merupakan suatu hal lazim.
"Kalau di Barat, panti jompo itu jadi tempat pilihan terakhir buat orangtua karena mereka lansia ingin di lingkungannya. Mereka tidak mau merepotkan anaknya dan memilih tinggal di panti jompo," katanya.
Namun, negara-negara Asia, seperti Indonesia, masih menganut konsep bahwa lansia harus dirawat oleh anak sebagai balas budi karena telah membesarkan buah hatinya.
"Tapi, kalau di negara Asia kan beda. Kita menganut konsep bahwa orangtua membesarkan kita, ketika orangtua sudah lansia, kita ganti yang mengasuh mereka sampai mereka tidak ada," katanya.
Baca juga: Viral, Foto Surat Pernyataan Anak Titipkan Orangtua di Panti Jompo, Ini Penjelasan Pengelola