NUNUKAN, KOMPAS.com– Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara dr Soleh Sp.A khawatir dengan kedatangan eks pekerja migran Indonesia (PMI) yang dideportasi Pemerintah Malaysia melalui Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan.
Para PMI tersebut dikatakan tidak menjalankan standar protokol kesehatan yang baik.
Pengiriman demi pengiriman para deportan ditakutkan menjadi awal lonjakan kasus Covid-19 di perbatasan RI – Malaysia.
"Sebenarnya pasien covid-19 di Nunukan sudah turun, tapi tidak bisa dimungkiri ada anak dan dewasa yang kembali positif dalam perawatan RSUD Nunukan karena saudara kita deportan itu," ujarnya, Senin (11/1/2021).
Baca juga: Kasus Kapolres Nunukan Aniaya Anggota, Polda Kaltara: Kesalahan Brigpol SL Bukan Kali Pertama
Soleh menilai, penanganan para deportan kurang maksimal.
Banyak pengakuan pasien dari deportan yang menuturkan betapa mereka kurang diperhatikan ketika terjangkit Covid-19.
Begitu pula saat karantina, standar penanganan dengan isolasi terpusat tidak diterapkan dengan benar.
Mereka masih berbaur dan mengakibatkan jangkitan wabah menyebar di lokasi penahanan.
"Beberapa pengakuan pasien yang kami tangani, mereka memang diminta untuk tes PCR. Tapi itu tidak dibarengi dengan adanya batasan waktu. Ada yang 4 hari PCR bahkan sudah seminggu dan dideportasi. Itu jadi momok menakutkan juga bagi para tenaga kesehatan di Nunukan," kata Soleh.
Fakta tersebut diperkuat dengan adanya 16 deportan yang dipulangkan pada Kamis 21 Oktober 2021 lalu, ternyata terkonfirmasi positif Covid-19.
Persoalan ini, kata Soleh, butuh solusi serius.