Bahkan beberapa smelter swasta ada yang menawarkan harga di atas Rp 200.000 per kilogram.
"Rata-rata bisa dapat Rp 700.000 sampai Rp 1 juta per hari. Jelas kalah gaji kami sebagai pegawai," ujar Harianto.
Menurut Harianto, pihaknya tak bisa melarang aktivitas TI yang kian marak.
Baca juga: Komisioner KPU Bangka Belitung Pudjiarti Meninggal, Tinggalkan Seorang Putri yang Masih TK
Sebab, transaksi di bidang pertimahan sangat berdampak pada perekonomian daerah.
Sebagian masyarakat mengandalkan penghasilan dari menambang timah untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari.
Kegiatan masyarakat desa yang berkaitan dengan budaya dan keagamaan juga banyak bersumber dari urunan penambang timah.
"Sejauh ini mereka menambang di lahan Izin Usaha Penambangan (IUP) PT Timah dan swasta. Di luar itu sesekali memang ada razia juga," ungkap Harianto.
Terkait kebutuhan pengelolaan tempat wisata Kampong Rekalamasi kata Harianto, pihaknya akan terus membuka pengumuman.
Baca juga: Tambang Emas Tradisional di Kalteng Longsor, 6 Orang Tewas
Lantaran belum ada tambahan tenaga yang baru, pihak desa bekerja sama dengan Pokdarwis memaksimalkan petugas yang sudah ada.
"Rencananya tahun depan sudah mulai dikenakan tarif masuk dan beberapa bagian memang harus dijaga secara rutin sehingga butuh tenaga tambahan. Tapi gajinya memang tak sebanding dengan hasil ngelimbang (mengayak) timah," ujar dia.