BELITUNG, KOMPAS.com- Desa-desa di Belitung Timur, Kepulauan Bangka Belitung, mulai beralih dari daerah tambang menjadi daerah agrowisata.
Salah satunya yang telah memerlihatkan perubahan signifikan yakni Kampong Reklamasi di Desa Selinsing, Kecamatan Gantung.
Di lahan seluas 17,7 hektar hasil reklamasi PT Timah itu, ada kolam budidaya ikan, camping ground, kebun buah hingga ladang pembangkit listrik tenaga surya.
Baca juga: Lulusan SMK Jadi Penyumbang Pengangguran Tertinggi di Bangka Belitung
Namun, pengelolaan lahan yang sedianya diserahkan pada masyarakat setempat terkendala karena saat ini harga timah sedang tinggi.
Kepala Desa Selinsing, Harianto mengatakan, perekrutan untuk pengelolaan tempa wisata Kampong Reklamasi Selinsing telah dibuka sejak beberapa minggu lalu.
Pengumuman dipasang di kantor desa serta disebar melalui media sosial.
"Masih sepi, belum ada yang minat. Ini karena lagi musim timah harganya lagi tinggi," ujar Harianto di Kampoeng Reklamasi, Sabtu (30/10/2021).
Harianto menuturkan, mayoritas masyarakat beralih menjadi penambang timah inkonvensional (TI) karena tergiur penghasilan besar.
Baca juga: Budidaya Lebah di Hutan Lindung Belitung Timur Hasilkan 4 Ton Madu Kelulut Per Bulan
Ia memerkirakan, aktivitas TI yang dilakukan dua orang, bisa menghasilkan 4 sampai 5 kilogram pasir timah per hari.
Timah tersebut kemudian dijual pada kolektor dengan harga Rp 150.000 sampai Rp 200.000 per kilogram.
Bahkan beberapa smelter swasta ada yang menawarkan harga di atas Rp 200.000 per kilogram.
"Rata-rata bisa dapat Rp 700.000 sampai Rp 1 juta per hari. Jelas kalah gaji kami sebagai pegawai," ujar Harianto.
Menurut Harianto, pihaknya tak bisa melarang aktivitas TI yang kian marak.
Baca juga: Komisioner KPU Bangka Belitung Pudjiarti Meninggal, Tinggalkan Seorang Putri yang Masih TK
Sebab, transaksi di bidang pertimahan sangat berdampak pada perekonomian daerah.
Sebagian masyarakat mengandalkan penghasilan dari menambang timah untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari.
Kegiatan masyarakat desa yang berkaitan dengan budaya dan keagamaan juga banyak bersumber dari urunan penambang timah.
"Sejauh ini mereka menambang di lahan Izin Usaha Penambangan (IUP) PT Timah dan swasta. Di luar itu sesekali memang ada razia juga," ungkap Harianto.
Terkait kebutuhan pengelolaan tempat wisata Kampong Rekalamasi kata Harianto, pihaknya akan terus membuka pengumuman.
Baca juga: Tambang Emas Tradisional di Kalteng Longsor, 6 Orang Tewas
Lantaran belum ada tambahan tenaga yang baru, pihak desa bekerja sama dengan Pokdarwis memaksimalkan petugas yang sudah ada.
"Rencananya tahun depan sudah mulai dikenakan tarif masuk dan beberapa bagian memang harus dijaga secara rutin sehingga butuh tenaga tambahan. Tapi gajinya memang tak sebanding dengan hasil ngelimbang (mengayak) timah," ujar dia.
Selain terbatasnya petugas, pembukaan wisata Kampong Reklamasi tertunda karena masih pandemi Covid-19.
Ketua BUMDes Selinsing, Diky Afriansyah mengatakan, beberapa fasilitas tambahan akan dilengkapi.
Seperti menara pengawas dan peralatan keselamatan di air.
Baca juga: Fenomena Pekerja Tambang Gunakan Narkoba, Ingin Semangat Malah Halusinasi
Selain itu, yang tak kalah penting adalah pagar pembatas telaga dengan alur sungai yang masih liar.
Sebab dikhawatirkan ada predator seperti buaya yang bisa masuk ke lokasi Kampong Reklamasi.
"Harapannya tempat wisata ini nyaman dan aman dikunjungi. Apalagi konsepnya ini wisata keluarga," ujar Diky.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.