KOMPAS.com - Gunung api Ile Lewotolok, di Kabupaten Lembata, NTT, kembali erupsi, Selasa (5/10/2021).
Saat erupsi, gunung Ile Lewotolok masih pada level III atau status siaga.
Dari pukul 00.00 Wita hingga 18.00 Wita terjadi 16 kali letusan dengan tingi kolom abu antara 300 meter hingga 700 meter.
Karena masuk level III, masyarakat dilarang melakukan aktivitas di radius tiga kilomeer dari puncak atau kawah.
Baca juga: Erupsi Gunung Ile Lewotolok, Bandara di Lembata Tetap Beroperasi
Gunung Ili Lewotolok berada di Kecamatan Ili Ape, Kabupaten Lembata dengan ketinggin 1.424 meter di atas permukaan laut.
Pendakian gunung tersebut dilakukan melalui Desa Atowatung atau Baupukang yang beada di utara Gunung Ili Lewotolok.
Dikutip dari vsi.esdm.go.id, sejarah erupsi dan peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Ili Lewotolok tercatat sejak tahun 1660.
Data letusan pertama Ile Lewotolok terdapat dalam catatan perjalanan Wouter Schout tahun 1775.
Pada tahun 1819, terjadi letusan normal di kawah pusat. Gunung tersebut juga pernah erupsi pada 6 Oktober 1849.
Selanjutnya letusan pada 5 dan 6 Oktober 1852 merusak daerah di sekitar kawah pusat. Letusan selanjutnya terjadi pada tahun 1865. 1889. 1920. 1939 dan 1951.
Pada Desember 2020, gunung Ile Lewotolok erupsi dan lahar dingin yang dikeluarkan menerjang 2 desa.
Saat itu Pemkab Lembata menetapkan status darurat bencana.
Baca juga: Gunung Ile Lewotolok di Lembata Kembali Erupsi, Meletus 16 Kali pada Hari Ini
Pada tahun 2021, gunung tersebut tercatat beberapa kali erupsi. Yakni pada 15 April 2021 dengan tinggi kolom mencapai 1.000 meter.
Pada akhir Juli 2021, tiga desa di Le,bata dilanda hujan pasir dari erupsi Gunung Ile Lewotolok.
Agustus 2021, gunung tersebut kembali meletus dengan tinggi kolom abu mencapai 1.500 meter. Ile Lewotolok kembali meletus pada 4 September 2021.
Dalam satu hari tercatat terjadi 8 kalo letusan. Satu hari setelahnya yakni pada 5 September 2021 terjadi erupsi sebanyak 16 kali.
Dampak letusan-letusan yang terjadi sejak tahun 1660-an disebut telah meluluhlantakkan seluruh Pulau Lembata dan pulau-pulau di sekitarnya.
Masyarakat sekitar sekitar Ile Lwotolok memiliki kepercayaan erupsi merupakan kemarahan leluhur.
Mereka meyakini jika belerang yang mengeluarkan bau menyengat dimaknai sebagai pengingat kemarahan para leluhur.
Baca juga: Gunung Ile Lewotolok Kembali Meletus, Tinggi Kolom Abu Mencapai 1.500 Meter
Bagi mereka Ile Ape adalah adalah sentral kehidupan dan setiap kegiatan harus mendapatkan izin leluhur di atas puncak.
Oleh karena itu, terdapat upacara utan werun (kacang tumbuh) yang dilakukan masyarakat adat Lamarian.
Pesta adat itu bertujuan meminta hujan, kesuburan, keselamatan, kesejahteraan, perdamaian, bebas dari musuh, dan gangguan penyakit.
Baca juga: Dibantu Helikopter BNPB, Kebakaran Hutan akibat Erupsi Gunung Ile Lewotolok Dipadamkam
Mengutip Harian Kompas, 17 Januar 2014, masyarakat sekitar juga mempercayai belerang memberi dampak pada warna dan keutuhan gigi.
Belerang dianggap dapat menyebabkan gigi hitam yang bisa mengakibatkan keropos. Karena itu, warga lereng Gunung Ile Api yang ingin gigi anaknya berwarna normal kerap menitipkan anaknya kepada keluarga di Lewoleba, sekitar 45 kilometer dari Ile Api.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.