Kadus Prayan, Kalurahan Srimulyo, Margiyanta, sebenarnya berharap YIP bisa membayar sewa tanah desa sesuai dengan perjanjian awal senilai Rp 8 miliar lebih.
Kini dia pasrah dengan hasil intervensi Pemda DIY melalui LHP yang dibuat Inspektorat DIY untuk meringankan tunggakan YIP menjadi Rp 2,9 miliar.
Mengingat, pemeriksaan oleh inspektorat berdasarkan perintah langsung Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X.
“Kalau Sultan sudah ngendika (bicara), ya kami ikuti. Itu juga mengapa kami akhirnya memblokade jalan lagi. Karena YIP tidak menghargai kebijakan Sultan lewat laporan inspektorat untuk membayar sewa tanah desa,” kata Margiyanta.
Baca juga: Rapat dengan Sultan HB X, Ini Pesan Jokowi untuk Kepala Daerah di DIY
Menurut Kepala Inspektorat DIY, Wiyos Santoso, awal mula inspektorat turun tangan setelah pihak pemdes maupun YIP menghadap Sultan untuk memohon bantuan penyelesaian masalah itu.
“Jadi mereka sebetulnya mengadu ke Gubernur. Ya sudah, kami diminta masuk membantu menyelesaikan masalah,” kata dia saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (26/4/2021).
Perintah langsung Sultan itu dituangkan dalam Surat Perintah Gubernur DIY Nomor 700/9368 tertanggal 23 Juli 2020.
Dalam surat itu, Sultan meminta inspektorat untuk melakukan uji pemeriksaan khusus kepada Pemdes Srimulyo terhadap pelaksanaan pengembangan kawasan industri.
Selanjutnya, Inspektorat DIY menerbitkan Surat Perintah Tugas Nomor PM/47/K/INSP/2020 tanggal 25 Juni 2020 tentang Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu Pelaksanaan Pengembangan Kawasan Industri Piyungan pada Pemdes Srimulyo dan Surat Perintah Tugas Nomor PM/47A/K/INSP/2020 tanggal 30 Juli 2020 tentang Pemeriksaan Lanjutan untuk Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu Pelaksanaan Pengembangan Kawasan Industri Piyungan pada Pemdes Srimulyo.
Diakui Wiyos, selama ini inspektorat jarang ikut campur persoalan di desa, melainkan hanya melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Jika tidak ada perintah dari Sultan, maka pihaknya tidak akan ikut campur persoalan yang dihadapi Pemdes Srimulyo dan YIP.
“Persoalan sewa-menyewa tanah desa itu semestinya menjadi kewenangan kedua belah pihak,” kata Wiyos.
Baca juga: Profil Sri Sultan Hamengku Buwono X
Jika tidak bisa diselesaikan dengan musyawarah, maka persoalan tersebut dapat dibawa ke ranah hukum sesuai perjanjian.
“Seharusnya kan silakan kedua belah pihak musyawarah mufakat. Apabila tidak terjadi kesepakatan, ke jalur hukum. Itu ada di perjanjian. Karena hukum tertinggi itu di perjanjian mereka sendiri sebetulnya,” imbuh dia.
Wiyos menduga, alasan Sultan mengeluarkan perintah kepada inspektorat karena persoalan itu tak kunjung selesai.
Dampaknya dianggap mengganggu pengembangan Kawasan Industri Piyungan ini.
“Bagaimana pun KIP termasuk program Pemda DIY,” kata dia.
Usai pemeriksaan oleh inspektorat, muncul angka kekurangan pembayaran sewa dan PBB yang harus dibayar YIP hanya Rp 2,9 miliar.
Nilai itu jauh di bawah hasil penghitungan dalam perjanjian, yaitu Rp 8 miliar.
Wiyos mengklaim angka nominal itu murni berdasarkan penghitungan tim pemeriksa internal Inspektorat DIY.
Pertimbangannya, luasan 105 hektar tanah desa yang sudah disewa YIP secara riil belum dipakai semua.
“Sebagian tanah diketahui masih atau dimanfaatkan kembali pihak pemdes,” kata dia.
Baca juga: Pemkot Yogyakarta Gencarkan Skrining Ketat Saat Akhir Pekan, Kesulitan Terapkan Ganjil Genap
Atas dasar itu, inspektorat menilai YIP tidak seharusnya membayar sewa untuk semua lahan atau seluas 105 hektar yang disewa pada 2018-2020.
Bahkan inspektorat menganggap YIP kelebihan bayar sewa untuk periode 2015-2017.
Akhirnya, besaran utang sewa YIP berkurang hingga menjadi hanya Rp 2,9 miliar.
“Kami selama melakukan pemeriksaan, berusaha obyektif. Kami tidak berani menguntungkan salah satu pihak,” kata Wiyos.
Wiyos juga mengklaim hasil itu telah diketahui dan disepakati pemdes maupun YIP.
Alasannya, setiap kali diadakan pertemuan dengan agenda pemeriksaan, inspektorat selalu meminta persetujuan tanda tangan dari perwakilan pemdes maupun YIP yang hadir.
“Tidak ada intervensi dari gubernur maupun pihak lain,” sebut dia.
Sementara agenda pisowanan atau menghadap Sultan pernah diupayakan Wajiran untuk meminta dukungan langsung, tapi tidak berhasil bertemu.
Dia meyakini Gubernur DIY yang sekaligus Raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat itu tak akan melindungi pihak yang bersalah.