Pihak bank, kemudian membuktikan keaslian kredit itu dan menjelaskan secara utuh sehingga akhirnya diterima Mariantji.
"Di depan kita, beliau (Marianjti) akhirnya mengakui bahwa benar suaminya yang menerima uang itu dan uang itu benar diterima oleh pihak keluarga. Tetapi dia menyatakan, kan orangnya sudah meninggal masa dia harus bayar," kata Christofel.
"Saya hanya bilang, ibu cukup hanya mengembalikan uang itu saja. Jadi berita yang beredar seolah-olah kita ini menyiksa seorang janda untuk mewajibkan membayar utang suaminya, saya perlu sampaikan bahwa dari awal kita tidak pernah membebaninya kok," sambung dia.
Christofel berharap, uang pinjaman tersebut bisa segera dikembalikan, sehingga jaminan kredit berupa sertifikat tanah bisa diambil oleh Mariantji.
Christofel mengatakan, tidak semua administrasi harus ditandatangani suami istri. Karena, kata dia, kalau semua, maka akan mempersulit birokrasi perbankan.
Baca juga: Nelayan Asal Sabu Raijua yang Hilang Ditemukan Selamat di Ujung Selatan Pulau Sumba
"Justru, bank menyederhanakan birokrasi administrasi agar kita melepas kredit secepat dan sebanyak mungkin ke nasabah dan itu nasabah yang diuntungkan," kata Christofel.
Direktur Utama Bank Christa Jaya Kupang Wilson Liyanto menambahkan, dalam kasus pinjaman itu, pihaknya tidak pernah mengeluarkan surat keterangan lunas, ataupun surat pencabutan jaminan kredit.
Bahkan, kata dia, sebelumnya awal perjanjian kredit ini almarhum dan istrinya menolak untuk tandatangani asuransi jiwa.
"Padahal dalam perjanjian kredit itu dijelaskan bahwa apabila debitur itu meninggal maka istri akan menjadi ahli waris," kata dia.
Sebelumnya, Mariantji Manafe, ibu rumah tangga asal Kelurahan Sikumana, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), terkejut saat mendapat surat dari Bank Christa Jaya Kupang.