BANGKA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Jessix Amundian menilai kasus serangan buaya terhadap manusia sudah berada pada tahap mengkhawatirkan.
Sebelumnya di Kepulauan Babel, seorang penjaga pintu air perusahaan pengolahan pasir (BSM) diketahui hilang tenggelam diduga karena diterkam buaya pada Sabtu (19/6/2021).
Jessix menilai dari peristiwa tersebut, kearifan lokal dalam menjaga kelestarian ekosistem esensial perlu diperkuat kembali.
Baca juga: Penjaga Pintu Air Hilang Diseret Buaya, Biasa Beri Makan dan Tak Pernah Usir Hewan Itu
"Tentunya, persoalan tersebut sudah sangat mengkhawatirkan. Aktivitas manusia telah memberikan tekanan serius sehingga habitat buaya terganggu," kata Jessix dalam keterangan tertulis, Minggu (20/6/2021).
Jessix menuturkan, kawasan seperti ekosistem mangrove, sungai, rawa dan danau yang merupakan bagian dari ekosistem esensial, selalu menjadi tempat bagi keberadaan buaya.
Nilai-nilai arif dimasa lampau melarang kawasan ekosistem esensial tersebut diubah bentang alamnya ataupun dicemari.
"Panteng, dalam istilah lokalnya," ujar Jessix.
Baca juga: Penjaga Pintu Air Hilang Diterkam Buaya, Saksi Temukan Bekas Cakaran di Tanah
Menurut Jessix, dampak dari terganggunya ekosistem reptil predator bukan lagi sebuah perkiraan.
Walhi merujuk data Badan Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) yang mencatat telah terjadi 72 kasus konflik manusia dan buaya dalam rentang 2016 sampai 2020.
"Di Bangka Belitung dikenal juga keberadaan dukun buaya, yang pada dasarnya berperan menjaga keberlanjutan dan kelestarian wilayah tersebut," ungkap Jessix.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.