Jika tidak ada, maka DPRD bisa meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau investigasi.
“Kalau audit lanjutan, dananya dilacak, larinya uang kemana,” tambah dia.
Sebab audit BPK itu hanya temuan awal, untuk mengetahui apakah ada unsur pidana atau tidak, harus diinvestigasi oleh BPK.
Alternatif kedua, kata dia, DPRD Jember bisa memaksimalkan Pansus Covid-19 untuk menindaklanjuti temuan tersebut, yakni dengan mencari bukti uang Rp 107 miliar itu.
Ruang investigasi diambil DPRD melalui Pansus Covid-19 sampai ada bukti cukup bila hendak dilaporkan ke APH.
“Untuk melaporkan ke APH, bisa dari BPK atau DPRD atau dari masyarakat,” tambah dia.
Baca juga: Jenazah Habel, Korban Penembakan KKB, Dimakamkan di Samping Pusara Kedua Orangtuanya
Dosen Universitas Jember itu menilai dampak dari pengelolaan uang yang tidak tepat itu merugikan rakyat. Seharusnya uang dibelanjakan untuk rakyat, tetapi karena diduga tidak tepat akhirnya tidak jelas.
Sementara itu, Bupati Jember Hendy Siswanto mengaku memiliki waktu 60 hari untuk memberikan jawab terkait temuan BPK tersebut.
“Silakan dijawab saja siapa yang bertanggung jawab saat itu,” terang dia.
Jika BPK menilai jawaban yang diberikan tidak bisa dipertanggungjawabkan, maka temuan itu bisa ditindaklanjuti aparat penegak hukum.
Namun, laporan ke penegak hukum itu tidak dibuat oleh Pemkab Jember, tetapi DPRD.
“Laporannya tentu dari teman-teman legislatif, bukan kami lempar bola, legislatif sisi pengawas,” jelas dia.