Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pengungsi Afganistan, Bertahun-tahun Terkatung-katung hingga Depresi

Kompas.com - 07/05/2021, 20:05 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

KUPANG, KOMPAS.com - Wajah Husain (22) terlihat pucat saat keluar dari kamar, tempat ia bersama beberapa orang rekannya tinggal.

Berjalan terseok-seok dengan langkah gontai, ia duduk di kursi kayu yang berada persis di depan kamar bagian kanan.

Husain adalah satu dari ratusan pengungsi asal Afganistan yang tinggal di tempat penginapan Kupang Inn di Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Mengenakan baju kaos biru dipadu celana pendek hitam dan sandal hitam, Husain menatap sekeliling penginapan.

Tatapannya kosong dan sesekali memegang kepalanya. Tak berselang lama, tubuh Husain pun ambruk.

Namun, tidak sampai membentur tanah, lantaran beberapa rekannya berusaha memeluknya.

Husain kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah WZ Johannes Kupang oleh sejumlah rekannya, yang dibantu dua petugas dari Rumah Detensi Imigran (Rudenim) Kupang.

Baca juga: Fakta Danau di Kupang yang Muncul Usai Badai Seroja, Sempat Viral di Medsos, Kini Mulai Kering

"Husain ini sudah satu tahun sakit. Dia stres berat dan selalu memegang kepalanya kalau sakit. Dia tidak bisa bicara," ungkap Bashkir Rasikh, pengungsi Afganistan lainnya, saat ditemui Kompas.com di Kupang Inn, Rabu (5/5/2021).

Menurut Bashkir, Husain depresi karena memikirkan masa depannya yang tidak jelas. Husain, kata dia, sudah tujuh tahun tinggal di Kupang.

Di Kupang, Husain tinggal sendirian. Setiap hari, pria itu mengonsumsi obat yang diresepkan dokter, tetapi penyakitnya tak kunjung sembuh.

Baskhir mengaku, bukan hanya Husein yang mengalami depresi berat, tetapi ada juga warga Afganistan lainnya termasuk dirinya.

Semua pengungsi asal Afganistan ingin segera dipindahkan ke negara ketiga agar mendapat pekerjaan tetap.

Karena banyak pengungsi yang depresi, mereka akhirnya memilih menggelar beberapa kali unjuk rasa di depan kantor Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) Kupang.

"Kami sudah tinggal di Kupang selama tujuh sampai delapan tahun, tapi nasib kami tidak menentu. Kami ingin dipindahkan ke negara ketiga," kata Rasikh.

 

Menurut Rasikh, mereka ingin pindah ke sejumlah negara seperti Australia, Selandia Baru, Inggris, Amerika Serikat, atau Canada.

Rasikh mengatakan, mereka tidak bisa bekerja di Indonesia. Lapangan pekerjaan tak tersedia buat pencari suaka.

Ia bersama pengungsi lainnya, hanya tinggal di tempat penginapan tanpa ada masa depan yang pasti.

"Banyak anak-anak kami yang tidak sekolah. Apalagi kami setiap bulan hanya dikasih uang oleh IOM sebesar Rp 1,5 juta bagi yang sudah berkeluarga dan Rp 500.000 bagi yang masih muda," ujar dia.

Ia berharap, IOM bisa memperhatikan tuntutan mereka untuk segera pindah ke negara ketiga.

Pengungsi lainnya, Kubra Hasani mengaku, ingin segera pindah dari Indonesia menuju negara rujukan yang telah disepakati badan pengungsi dunia.

"Harapan kami, ingin pindah ke negara tujuan yang aman, karena kita pengungsi sehingga harus pindah. Kami juga belum tahu negara mana yang jadi rujukan karena masih dalam proses," ungkap Kubra di lokasi, Rabu.

Baca juga: Seorang WNA yang Diduga Gelar Kelas Orgasme di Bali Ditangkap

Kubra mengaku sudah tinggal di Kupang selama tujuh tahun. Ia butuh kepastian untuk menentukan masa depan anak-anaknya.

Ia menuturkan, akibat belum adanya kepastian, banyak pengungsi asal Afganistan yang mengalami gangguan mental.

"Banyak laki-laki muda di sini yang terganggu masalah mental dan setiap hari minum obat saraf. Tidak makan, minum dan tidak tidur hanya minum obat. Mereka semuanya hampir gila. Itu harus segera direspons IOM untuk segera tangani mereka dengan membawa mereka ke negara rujukan,"ujar dia.

Kubra mengaku, mereka tidak akan berhenti berjuang dan terus menggelar aksi sampai mendapatkan hasil.

"Yang pasti, kami akan terus gelar aksi demo, sampai tuntutan kami dipenuhi," ujar dia.

Dihubungi melalui email, National Media and Communications Officer IOM Ariani Hasanah Soejoeti menjelaskan, semua orang, termasuk migran (pengungsi) memiliki hak atas kebebasan berbicara.

Ariani menjelaskan, dalam konteks demonstrasi yang dilakukan oleh pengungsi Afganistan, IOM sebenarnya telah mengatur sebuah pertemuan dengan pengungsi bersama dengan UNHCR.

 

UNHCR juga menindaklanjuti secara terpisah dengan pengungsi.

Mengingat kondisi pandemi saat ini, IOM terus mendorong agar semua pengungsi memanfaatkan berbagai saluran umpan balik terbuka untuk berkomunikasi dan membangun dialog antara komunitas pengungsi dan IOM, termasuk telepon, email, pesan instan, dan beberapa contoh, diskusi langsung.

"Perlu kami sampaikan bahwa IOM memberlakukan protokol kesehatan dan keselamatan Covid-19 yang ketat untuk menekan jumlah yang terkena dampak di Indonesia dan beralih ke modalitas kerja online. Ini membutuhkan adaptasi dalam interaksi sehari-hari kita dengan pengungsi untuk mematuhi protokol kesehatan masyarakat setempat," jelasnya.

Terkait keinginan para pengungsi untuk segera dipindahkan ke negara ketiga, ia menyebutkan, IOM terus mengadvokasi solusi jangka panjang yang paling tepat dan ditemukan untuk semua pengungsi.

"Mohon diketahui bahwa IOM tidak berpartisipasi dalam proses penentuan status pengungsi dan IOM tidak mempunyai mandat untuk mengidentifikasi atau mengusulkan pengungsi untuk dipertimbangkan ke negara-negara yang berpotensi bagi pengungsi tersebut untuk dimukimkan kembali," kata dia.

Peran IOM, kata Ariani, hanya mengatur perpindahan aktual ke negara permukiman kembali, misalnya, pemesanan penerbangan dan bantuan bandara, setelah seorang pengungsi diterima ke dalam program oleh negara penerima.

Menurut data UNHCR, ada lebih dari 79,5 juta orang yang terpaksa meninggalkan negara asalnya karena konflik berkepanjangan, perang, dan kekerasan. Sekitar 26 juta di antaranya adalah pengungsi.

Baca juga: Puluhan Imigran asal Afganistan dan Pakistan di NTT Positif Covid-19

Jumlah negara yang menerima pemukiman kembali sekitar 20 negara dan kuota mereka jauh lebih kecil dari pada jumlah pengungsi di seluruh dunia.

Selain itu, pemukiman kembali adalah salah satu solusi tahan lama bagi pengungsi yang ditawarkan oleh UNHCR dan bukan satu-satunya solusi.

Ini juga merupakan kebijakan yang ditetapkan negara-negara penerima pemukiman kembali dengan berkonsultasi dengan negara lain dan badan-badan PBB.  

Ia menuturkan, kasus bunuh diri di antara pengungsi tetap menjadi perhatian global. Pengungsi di mana-mana, termasuk di Kupang, mengalami peningkatan tekanan psikologis, yang berasal dari trauma seputar pengungsian awal, kondisi pengungsian, dan pembatasan tambahan yang muncul selama pandemi Covid-19.

Tekanan tambahan ini telah mendorong meningkatnya keprihatinan atas peningkatan insiden kekerasan dalam rumah tangga secara global, kekerasan berbasis gender dan bunuh diri, dan mendorong upaya tambahan untuk mengatasi kondisi ini dalam batasan kondisi pandemi.

Dalam menanggapi hal tersebut, IOM terus mempertahankan program kesehatan, psikososial dan perlindungan yang kuat untuk mendukung populasi inti pengungsi di Indonesia, termasuk di Kupang.

Meskipun terdapat kendala kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia, pihaknya tetap aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan dan dukungan klinis untuk pengungsi serta dalam menyediakan platform alternatif untuk komunikasi, pertukaran dan kontak, seperti memindahkan kegiatan tatap muka secara daring dalam upaya untuk mengurangi perasaan terisolasi dan stres.

 

Sementara itu, kata dia, untuk pekerjaan tetap bagi para pengungsi, harus di bawah hukum Indonesia, pengawasan pengungsi berada di bawah tanggung jawab pemerintah daerah, termasuk polisi setempat dan imigrasi di daerah terkait, dan satuan tugas pengungsi setempat.

Di beberapa lokasi di Indonesia, termasuk Kupang, IOM membantu pemerintah Indonesia dalam memberikan perlindungan dan bantuan bagi pengungsi, termasuk akomodasi, tunjangan hidup bulanan, akses layanan kesehatan, akses pendidikan, dan layanan rujukan lainnya.

IOM memberikan tunjangan hidup bulanan sederhana untuk semua pengungsi dalam programnya berdasarkan tarif yang ditetapkan yang telah dihitung dengan cermat untuk memastikan makanan, air, dan biaya hidup sehari-hari terpenuhi.

Baca juga: Pencari Suaka Asal Afganistan Terlibat Kasus Pencurian Laptop di Bandara Soekarno-Hatta

"Mohon dicatat bahwa tingkat tunjangan tidak didasarkan pada status keluarga seperti yang disebutkan, itu dihitung berdasarkan jumlah orang dalam kelompok, dengan dua orang pertama menerima jumlah penuh dan sisanya menerima sebagian pembayaran, yaitu satu orang akan menerima jumlah yang lebih tinggi,"jelasnya.

IOM, kata dia , akan terus mendorong dan memberdayakan semua pengungsi untuk memanfaatkan waktu mereka sebaik-baiknya di Kupang .

"Sambil menunggu solusi jangka panjang dengan berpartisipasi dalam berbagai layanan IOM seperti kegiatan pendidikan, rekreasi, dan keterampilan kejuruan, memperkuat dukungan berbasis masyarakat dan keluarga," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penyelidikan Dugaan Korupsi Payung Elektrik Masjid Raya Annur Riau Dihentikan

Penyelidikan Dugaan Korupsi Payung Elektrik Masjid Raya Annur Riau Dihentikan

Regional
Sederet Fakta Pembunuhan Karyawan Toko di Sukoharjo, Korban Dibunuh 3 Pria, Pelaku Bawa Kabur THR Korban

Sederet Fakta Pembunuhan Karyawan Toko di Sukoharjo, Korban Dibunuh 3 Pria, Pelaku Bawa Kabur THR Korban

Regional
Anggota OPM Pelaku Penyerangan Pos Kisor Serahkan Diri dan Kembali ke Pangkuan NKRI

Anggota OPM Pelaku Penyerangan Pos Kisor Serahkan Diri dan Kembali ke Pangkuan NKRI

Regional
Bus Eka Tabrak Truk di Tol Solo-Ngawi, 1 Orang Tewas, Ini Dugaan Penyebabnya

Bus Eka Tabrak Truk di Tol Solo-Ngawi, 1 Orang Tewas, Ini Dugaan Penyebabnya

Regional
PDAM Magelang Beri Diskon untuk Masyarakat Penghasilan Rendah, Catat Tanggalnya

PDAM Magelang Beri Diskon untuk Masyarakat Penghasilan Rendah, Catat Tanggalnya

Regional
Timnas Menang Atas Korea Selatan, Warga Ambon Konvoi sambil Bunyikan Klakson

Timnas Menang Atas Korea Selatan, Warga Ambon Konvoi sambil Bunyikan Klakson

Regional
Cerita Nelayan Berhari-hari Bantu Cari Dokter Wisnu di Laut, Keluarganya Pernah Jadi Pasien Sang Dokter

Cerita Nelayan Berhari-hari Bantu Cari Dokter Wisnu di Laut, Keluarganya Pernah Jadi Pasien Sang Dokter

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Malam ini Hujan Ringan

Regional
[POPULER REGIONAL] Gibran Tak Terima Satyalancana | Kisah Inspiratif Adi, Petani Hidroponik Asal Blora

[POPULER REGIONAL] Gibran Tak Terima Satyalancana | Kisah Inspiratif Adi, Petani Hidroponik Asal Blora

Regional
Berapa Gaji PPK, PPS, KPPS, dan Pantarlih di Pilkada 2024?

Berapa Gaji PPK, PPS, KPPS, dan Pantarlih di Pilkada 2024?

Regional
4 Kapal Ikan Terbakar di Pelabuhan Cilacap

4 Kapal Ikan Terbakar di Pelabuhan Cilacap

Regional
Kisah Adi Latif Mashudi, Petani Milenial Blora yang Sempat Kerja di Korea Selatan (Bagian 2)

Kisah Adi Latif Mashudi, Petani Milenial Blora yang Sempat Kerja di Korea Selatan (Bagian 2)

Regional
Dibutakan Dendam, Suami Siri di Semarang Tusuk Istri di Rumah Majikan

Dibutakan Dendam, Suami Siri di Semarang Tusuk Istri di Rumah Majikan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com