KOMPAS.com - Asdianti, pembeli tanah di Pulau Lantigiang, Kecamatan Takabonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel), sudah dua kali mangkir dari panggilan polisi.
Bahkan, polisi telah memasukkan Asdianti ke dalam daftar pencarian orang (DPO).
Terkait dengan itu, Asdianti pun angkat bicara.
Kata Asdianti, saat panggilan surat pertama dari polisi, ia sedang berada di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).
Lanjutnya, saat panggilan surat kedua, ia tidak bisa pulang karena positif Covid-19. Bahkan, Asdianti pun belum memastikan kapan akan ke Indonesia.
"Waktu surat panggilan pertama saya sudah sampaikan ke pihak ke polisi saya berada di Dubai. Kalau panggilan kedua saya tidak bisa pulang karena positif Covid-19," kata Asdianti kepada Kompas.com, Jumat (30/4/2021).
"Saya belum bisa jawab karena kasus Covid-19 masih tinggi," lanjutnya.
Baca juga: Alasan Pembeli Pulau Lantigiang Selayar 2 Kali Mangkir dari Panggilan Polisi
Bantah terlibat pemalsuan akta surat
Asdianti ditetapkan polisi sebagai tersangka karena ikut bersama Kasman dan mantan Kades Jinato 2015, Abdullah telah melakukan pemalsuan surat kepemilikan lahan Pulau Lantigiang.
Terkait dengan itu, Asdianti pun membantahnya.
Kata Asdianti, ia tidak pernah bertemu dengan Abdullah. Saat itu, surat sudah ditandatangani.
"Bertemu dengan Mantan Kades Jinato Abdullah pun saya tidak pernah, dan surat kepemilikan yang dibuat oleh Abdullah saya tidak tahu karena sudah ditandatangani," ungkapnya.
Baca juga: Terus Mangkir Panggilan Polisi, Pembeli Pulau Lantigiang Masuk Daftar Pencarian Orang
Ia juga membantah, telah terlibat dalam pemalsuan akta otentik kepemilikan lahan di Pulau Lantigiang bersama Kasman.
"Apakah surat kepemilikan masuk akta otentik? Dalam UUD akta otentik menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) merupakan akta yang (dibuat) dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu, tempat di mana akta atau perjanjian dibuat," jelasnya.
Baca juga: Asdianti, Tersangka Penjualan Pulau Lantigiang Berada di Dubai, Polisi Akan Jemput Paksa
Asdianti menjelaskan, contoh dari akta otentik adalah akta notaris, vonis, surat berita acara sidang, proses perbal penyitaan, surat perkawinan, kelahiran, kematian, dan sebagainya.
Sedangkan, lanjutnya, akta di bawah tangan adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, dan surat perjanjian jual beli.
"Jadi yang dituduhkan kepada saya itu sama sekali tidak benar," tegasnya.
Terkait dengan kasus yang tengah dialaminya, Asdianti pun berharap pemerintah dan masyarakat untuk bisa membuka mata.
"Saya yakin ada oknum-oknum tertentu yang ingin membatalkan proyek saya di kampung sendiri, padahal Indonesia ada 17.000 pulau yang bisa dikembangkan, dan bisa dimanfaatkan," ujarnya.
Baca juga: Polisi Berencana Jemput Paksa Tersangka Kasus Penjualan Pulau Lantigiang
(Penulis : Kontributor Bulukumba, Nurwahidah | Editor : Dony Aprian)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.