"Kami masyarakat yang kena musibah langsung di sini bingung dengan pemberian bantuan model begini. Kami tidak habis pikir kok bisa ada bantuan yang model begini padahal bencana besar sekali," ungkap Amtiran.
Bantuan itu, kata Amtiran, diperoleh dari Ketua RT yang mendatangi rumahnya. Meski begitu, Amtiran tetap bersyukur bisa selamat dari bencana alam tersebut.
"Bantuan ini, kami anggap sebuah lelucon. Ini kata kasarnya sudah hina kami. Walau kami diterpa bencana seperti ini, tapi kami masih ada pisang, kelapa ubi yang nilainya masih lebih tinggi dari bantuan pemerintah," kata Amtiran.
Amtiran mengunggah bantuan itu di media sosial Facebook dengan akun Ken Adolof. Tujuannya, agar masyarakat bisa menilai bantuan dari pemerintah itu.
Unggahan itu juga menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dari tingkat bawah hingga pusat.
Baca juga: Ini Dulu Kebun Sayur, tapi Setelah Hujan dan Badai, Muncul Danau Sepanjang 200 Meter Lebih
"Menurut kami, kalau bantuan yang sifatnya tanggap darurat baru diberikan setelah dua minggu kami anggap itu tidak ada guna lagi," katanya kesal.
"Bantuan ini tentu tidak memberi dampak apa-apa. Malah kami mengganggap ini sebagai bentuk penghinaan, karena seburuk-buruknya kondisi ekonomi, di sini kita makan dan minum bisa cari sendiri," sambungnya.
Amtiran berharap, pemerintah daerah mulai dari tingkat desa, camat, hingga kabupaten, bisa memperbaiki pola penanganan bencana, sehingga bisa membedakan tanggap darurat dan rehabilitasi.
Camat Amarasi Barat Kornelis Nenoharan mengatakan, pihaknya telah mendistribusikan bantuan kepada masyarakat dalam dua tahap.
"Kami distribusikan bantuan untuk warga korban bencana di enam desa dan satu kelurahan," kata Kornelis.