Berbeda bukan berarti menyalahi adat
Prosesi Ma’Nene di Nunukan diakui sedikit berbeda dengan ritual di Toraja.
Tidak ada upacara mistis layaknya dilakukan di Toraja, atau penyembelihan kerbau untuk jamuan keluarga besar jenazah.
"Ma’Nene di Nunukan sebagai bentuk ucapan syukur. Kalau untuk masalah Tedong (kerbau) itu disesuaikan dengan kemampuan keluarga. Kalau tidak mampu membeli Kerbau bisa diganti dengan babi," kata Simon anggota keluarga yang lain.
Saat melakukan Ma’Nene, asap mengepul dari pembakaran pa'piong (daging babi yang dibakar dalam bambu).
Baca juga: Kampung Cerita Nunukan, Upaya Pemuda Tidung Pertahankan Jati Diri
Jamuan tersebut dibeli dengan uang hasil urunan keluarga jenazah dan menjadi menu santap siang keluarga besar jenazah.
Simon menegaskan, sejumlah perbedaan atau tahapan Ma’Nene yang tidak sama persis dengan ritual asli Toraja, tidak berarti mengurangi kesakralan acara warisan nenek moyang.
"Prinsipnya adalah kita menghormati orang yang meninggal. Kita muliakan mereka yang artinya kasih sayang kita masih terus melekat. Jadi meski sedikit berbeda dalam pelaksanaan, makna dan tujuannya sama," katanya.
Ma’Nene di Jumat Agung Paskah, pesan kasih sayang dari perbatasan
Ketua Ikatan Keluarga Toraja (IKAT) Nunukan Mesak Adianto menjelaskan, Ma’Nene di Jumat Agung mengandung pesan kasih sayang dan perdamaian.
Baca juga: Berbatasan dengan Malaysia, Kabupaten Nunukan Punya Masalah Ketimpangan Pemilikan Tanah
Indonesia dalam beberapa hari ini, dipenuhi dengan berita kurang enak didengar. Aksi terorisme yang melawan ajaran agama seakan kembali subur.
"Ma’Nene mengajarkan orang mati saja harus dikasihi, diperhatikan dengan penuh ketulusan. Apalagi kepada makhluk hidup. Itu salah satu pesan yang ingin kami, suku Toraja di perbatasan RI ingin sampaikan," katanya.