Penelitian dilanjutkan oleh De Greve pada tahun 1867 dan ditemukan ada kandungan 200 juta ton batu bara di sekitar aliran Batang Ombilin dan salah satunya ada di Sawahlunto.
Pada tahun 1879, Pemerintah Hindi Belanda pun mulai merencanakan pembangunan saran dan prasarana untuk mempermudah eksploitasi batu bara di Sawahlunto.
Baca juga: Menelusuri Jejak Orang Rantai di Lubang Mbah Soero
Lalu pada 1 Desember 1888, Sawahlunto dijadikan sebuah kota dan ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Sawahlunto.
Sejak tahun 1982, Kota Sawahlunto mulai memproduksi batu bara.
Seiring dengan waktu, kota ini pun menjadi kawasan pemukiman pekerja tambang dan terus berkembang menjadi sebuah kota kecil.
Pada 6 Juli 1889, pemerintah mulai membangun jalur kereta api menuju Padang untuk mempermudah pengangkutan batu bara keluar dari Sawahlunto.
Baca juga: Jadi Warisan Dunia, Penambangan Dilarang di Ombilin Sawahlunto
Jalur kereta api tersebut sampai di Sawahlunto dan selesai pada 1 Februari 1894.
Setelah jalur kereta api dibuka, produksi batu bara di Sawahlunto terus meningkat hingga mencapai ratusan ribu ton per tahun.
Hindia Belanda juga membangun Pelabuhan Emmahaven (dikenal sebagai Teluk Bayur) dan menjadi pelabuhan pengiriman untuk ekspor batu bara, menggunakan kapal uap SS Sawahlunto dan SS Ombilin-Nederland.
Saat ini PT Bukit Asam Tbk menjadikan Unit Penambangan Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat sebagai Warisan Budaya Dunia UNESCO.
Lubang tambang batubara bawah tanah diubah menjadi lokasi pendidikan serta wisata.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.