Risalianus dan kedua orangtuanya tinggal di rumah sederhana berukuran 4×5 meter persegi.
Sedangkan adiknya tinggal bersama pamannya di Kampung Pepil, puluhan kilometer dari Kota Tunda.
Ayah Risalianus terbaring di kamar berukuran sekitar 1,5×2 meter persegi, tanpa tempat tidur dan kasur.
Ia terbaring di atas pelupuh bambu dan hanya beralaskan karung berisi kapuk. Sedangkan ibunya terbaring di ruang tamu, beralaskan beberapa lembar papan.
Rumah mereka masih berlantai tanah. Dapurnya sudah sangat reyot dan becek jika hujan turun.
Heremias dan Yosef masuk ke dalam rumah kemudian melihat langsung kondisi ayah Risalianus, Benediktus Poseng (49), yang duduk di papan dan pelupuh bambu beralaskan kain verlak.
Heremias mengaku merasa sedih dengan kondisi keluarga Risalianus.
Yang membuat hatinya semakin miris adalah Risalianus yang masih berusia 12 tahun mau seorang diri merawat kedua orangtuanya yang menderita sakit.
"Saya mengetahui informasi itu lewat pemberitaaan di media Kompas.com dan beberapa media online. Selain baca berita, wartawan dan relawan Kelompok Kasih Insanis (KKI) Manggarai Timur menginformasikan secara lisan. Kemudian saya memutuskan untuk mengunjungi dan melihat langsung kondisi keluarga tersebut," ujar Heremias.
Heremias mendorong Pemkab Manggarai Timur untuk serius memperhatikan rakyat yang menderita.
Dia meminta perangkat dari rukun tetangga, pemerintah desa, hingga ke Pemkab Manggarai Timur untuk memberikan data dan informasi tentang warga yang sakit.
"Saya siap awasi terus perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Timur untuk memperhatikan keluarga ini untuk memiliki rumah yang layak," ujar dia.
Kepala Desa Nanga Meje, Arnoldus Soro Leko yang hadir mendampingi rombongan Ketua DPRD mengatakan, sebenarnya pemerintah desa sudah merencanakan membangun rumah bagi keluarga Risalianus pada 2020.
Namun, karena pandemi Covid-19 serta kendala kepemilikan tanah maka pembangunan urung dilakukan.