SEMARANG, KOMPAS.com- J, warga Semarang, Jawa Tengah, yang melaporkan ibu kandungnya ke polisi karena masalah kepemilikan tanah buka suara.
Namun, laki-laki 39 tahun itu enggan memberi penjelasan rinci soal alasannya melaporkan ibunya ke polisi.
"Sementara saya engga gubris, saya malah geli. Saya lebih baik diam karena engga sesuai fakta," ucap J saat dihubungi, Kamis (4/3/2021).
Baca juga: Tangis Seorang Ibu di Semarang Usai Dilaporkan Anak ke Polisi karena Warisan
Masalah J dan ibunya, Meliana Widjaja (64), bermula setelah ayahnya meninggal dunia pada 2008.
"Dia (J) memaksa minta warisan kepada saya, padahal saya masih hidup kok. Itu anak durhaka," ungkap Meliana kepada wartawan, Rabu (3/3/2021).
Kuasa hukum Meliana, Deddy Gunawan, mengatakan perkara berawal dari dua bidang tanah di kawasan Gajahmungkur Semarang yang akan diberikan kepada anak pertamanya.
Kemudian, Meliana berkonsultasi dengan wanita berinisial R yang merupakan teman almarhum suaminya yang menawarkan bantuan.
"Dua bidang tanah kecil, 220 meter dan 221 meter persegi, sertifikat atas nama Pak Sardjono, almarhum suami Bu Meliana. Bu R ini teman dari suami bu Meliana," katanya.
Saat proses pengurusan, Meliana merasa ada yang janggal karena nama ahli waris berubah menjadi satu nama anak yaitu anak pertama, padahal Meliana memiliki tiga anak.
Merasa ada yang janggal, Meliana berusaha mengembalikan menjadi atas nama suaminya.
"Begitu tahu itu, Bu Meliana langsung suruh membatalkan akta waris itu sehingga dinyatakan tidak berlaku, sehingga nama akta itu kembali ke nama Pak Sardjono. Tidak ada kerugian materi dan namanya sudah kembali lagi," jelasnya.
Upaya mediasi sudah dilakukan, tapi J disebut tetap pada pendiriannya. Menurut Deddy J meminta warisan Meliana, padahal kondisi Meliana masih sehat.
"Ketika kami mencoba mediasikan, Ibu Meliana menolak karena masih hidup. Kalau memang mau ya ini kami berikan sertifikat, hak dia senilai Rp 1 miliar. Itu yang akan diberikan kepada J. Namun J tidak ada tanggapan dan cenderung menantang bagaimana proses ini dilanjutkan sampai ke peradilan," tegasnya.
Dia menuturkan hari ini sudah ada undangan dari penyidik untuk klarifikasi ke kliennya.
Baca juga: Tulis Surat, Anak yang Gugat Ibu Kandung Akui Sayang: Akan Rawat Mama di Hari Tua
Namun, proses klarifikasi itu ditunda karena Meliana histeris hingga pingsan saat berada di Mapolrestabes Semarang.
"Tadi penyidik profesional dan humanis, ketika ibu histeris dan menangis hingga pingsan, diberikan kebijakan menunda, sampai ada undangan selanjutnya," katanya.
Aduan perkara itu dilakukan pada bulan Desember 2020 dengan pasal 263 ayat 1 dan 2 serta pasal 266.
Ia menyebut dalam perkara itu sebenarnya belum ada kerugian material.
"Pasal 263 ayat 1 dan 2, tentang surat palsu. Menurut saya ini tidak masuk karena klien saya ini tidak memalsu. Pasal 266 yaitu menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam fakta otentik yang menimbulkan kerugian. Namun dalam hal ini, ini kan sedang digalakkan restorative Justice," jelasnya.
Baca juga: Marak Kasus Anak Gugat Ibu Kandungnya di Jawa Tengah, Ini Kata Kriminolog
Pihaknya berharap ke depannya, perkara anak melaporkan ibu kandungnya sendiri tidak akan terjadi lagi.
"Toh bisa dibicarakan baik-baik tidak harus melaporkan ke polisi. Kami berharap Ibu Meliana mendapatkan keadilan. Agar tidak menimbulkan kerugian," ucapnya.
Kakak , Tommy berpesan kepada adiknya agar perkara tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan.
"Semoga ini bisa dihentikan, kasihan Mama," ujar Tommy.
Baca juga: Lagi, Anak Gugat Ibu Kandung, Tuntut Tanah yang Diklaim Hasil Selama Jadi TKW
Sementara itu, Kasat Reskrim Polrestabes Semarang AKBP Indra Mardiana membenarkan soal adanya aduan tersebut.
"Kita masih tindak lanjuti pengaduan. Laporannya bentuk pengaduan," kata Indra lewat pesan singkat.
Penulis: Kontributor Semarang, Riska Farasonalia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.