Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

147 Rumah di Purwakarta Rata dengan Tanah Diduga akibat Tanah Bergeser

Kompas.com - 24/02/2021, 16:16 WIB
Farida Farhan,
Farid Assifa

Tim Redaksi

PURWAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menyebutkan, sebanyak 147 rumah di Kampung Cirangkong, Desa Pesanggrahan, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, rata dengan tanah.

Bencana itu terjadi akibat hujan terus-menerus seminggu lalu.

Menurut Dedi, bencana itu terjadi karena batu di bawah lereng itu diambil dan diangkat. Hal ini mengakibatkan tidak ada penahan sehingga tanah bergeser.

"Jadi itu bukan longsor, tetapi pergeseran tanah. Itu menurut pandangan saya, belum menganalisis ya. Kalau longsor dari atas turun tanah. Ini menurut saya karena batu geser, tanah ikut geser," kata Dedi kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (24/2/2021).

Baca juga: Diduga Pergeseran Tanah, Enam Rumah di Tangsel Retak hingga Ambruk

Sejak dirinya masih menjadi Bupati Purwakarta, kata Dedi, pihaknya sudah mewanti-wanti agar batu yang berada di lereng tak dipindahkan. Namun, menurutnya, penambang liar selalu membandel dan mengambil batu-batu di areal permukiman. Padahal, kegiatan itu berbahaya.

Rumah panggung khas Sunda

Dalam kesempatan itu, Dedi mengatakan, pihaknya akan membangun rumah panggung khas Sunda untuk para korban yang rumahnya rata dengan tanah. 

"Sebanyak 147 rumah akan dibuat dalam sebuah kampung sebagai bentuk peringatan. Rumahnya panggung didesain dalam arsitektur Sunda," jelas Dedi.

Saat ini, dia sedang berkoordinasi dengan Perum Perhutani terkait rencana pembangunan rumah khas Sunda ini.

Pihaknya berencana meminjam pakai tanah Perhutani.

"Saya koordinasi dengan Dirut Perhutani, mau pinjam pakai tanah. Tanah 2,1 hektar siap digunakan," kata Dedi.

Rencananya, pembangunan rumah ini dimulai setelah memasuki musim kemarau.

Saat ini, menurut Dedi, pembangunan rumah belum bisa dilakukan karena masih musim hujan.

"Membangun harus saat kemarau. Pertengahan Maret sudah bisa dibangun, kemungkinan sudah masuk musim kemarau," katanya.

Membangun permukiman dengan rumah khas Sunda bukan hal baru bagi Dedi. Dulu saat masih menjabat sebagai Bupati Purwakarta, dia pernah membuat rumah khas Sunda di Kecamatan Sukatani.

"Rumah beratapkan ijuk, relatif bertahan hingga hari ini," jelasnya.

Hindari eksploitasi alam

Menurut Dedi, ada pelajaran yang dapat diambil dari bencana tanah bergeser ini. Pertama, kata dia, hindari eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan dan tidak ramah lingkungan.

Kedua, sesuaikan pembangunan dengan karakter lingkungan.

"Modernisasi tidak harus memaksa alam menyesuaikan pada kita, justru kita yang harus menyesuaikan dengan alam," tegasnya.

Lebih lanjut, Dedi mengatakan, nantinya ada pengembangan di bidang peternakan domba, kerbau, dan sapi di area rumah panggung khas Sunda ini.

"Di situ (cuaca) dingin, cocok (mengembangkan peternakan). Polanya terintegrasi," katanya.

Pengembangan di sejumlah bidang ini, menurut Dedi, sangat penting. Musababnya, saat ini masyarakat sudah kehilangan kepercayaan diri terhadap lingkungan.

"Dalam pikirannya bahwa lingkungan tidak menunjang untuk ekonomi. Padahal, jika dikelola dengan baik, peternakan, perikanan terintegrasi dengan alam, ujungnya pariwisata," jelas Dedi.

Dia menambahkan, pariwisata tidak berkembang karena tidak ada sesuatu yang bisa dilihat.

Gunung-gunung yang indah, kata Dedi, tidak jadi indah karena tata arsitek lingkungannya sudah tidak menunjang.

"Kemudian kultur publik juga tidak menunjang. Kalau di Bali, tata arsitek lingkungan dan kultur menunjang," ucapnya.

Menurut Dedi, orang Bali kuat terhadap budaya.

"Kenapa kita tidak kuat dengan budaya lingkungan? Kenapa Bali bisa, Sunda enggak bisa? Apa problemnya?" tegas Dedi.

Baca juga: Dentuman Sebanyak Dua Kali Terdengar di Lokasi Bencana Tanah Bergerak Sukabumi

Setiap daerah yang memiliki kultur kuat, lanjut dia, pasti ekonominya kuat. Wisatawan pasti datang ke daerah itu.

"Setiap daerah yang mengalami kesemrawutan lingkungan karena lemahnya kultur, pasti ada kekacauan ekonomi, kekacauan manusia, bencana, itu problem," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com