Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan AKUR Sunda Wiwitan Cigugur demi Status Masyarakat Hukum Adat

Kompas.com - 22/02/2021, 13:20 WIB
Muhamad Syahri Romdhon,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

 

Bantahan warga Sunda Wiwitan

Djuwita menilai bahwa pemerintah kaku dalam melakukan kebijakan.

Dia menilai, seluruh data berupa manuskrip, dokumen sejarah, dan lainnya yang diajukan AKUR Sunda Wiwitan kepada pemerintah tidak dibaca dengan baik.

Padahal, data tersebut sepatutnya dijadikan sumber kuat untuk melakukan kebijakan sesuai yang diharapkan.

Djuwita membantah lima aspek yang dijadikan alasan oleh tim PMHA.

Pertama, soal sejarah AKUR Sunda Wiwitan yang dinilai masih beragam.

Djuwita menjelaskan, sejarah yang diajukan AKUR justru berdasarkan amanat, perjalanan, dan tulisan tangan orisinil, bukan tafsir.

Beragam adalah sifat alamiah sebuah sejarah, bukan menjadi ganjalan utama pengakuan.

“Kedua, pemerintah menyebut wilayah adat Sunda Wiwitan tersebar. Ini kan perkembangan sejarah. Tidak melulu komunitas adat tinggal dalam satu tempat. Terlebih Cigugur yang memiliki prinsip memegang teguh ajaran spiritual adat meski di manapun berada. Nilai itu tertanam dalam hati dan kehidupan sehari-hari, tidak terbatas wilayah,” kata Djuwita.

Terkait hukum adat, Djuwita langsung menjawab bahwa AKUR Sunda Wiwitan sudah menyerahkan dokumen hukum adat kepada pemerintah daerah sebanyak satu bundel.

Isinya aturan hidup warga AKUR Sunda Wiwiatan dari sejak kelahiran, masa akil balig, pernikahan, hingga mengurus kematian.

Misalnya ada tradisi to-to-o-ngan, nenden omong, mengket tanah, dan lainya. Semuanya masih berlaku dan dijalani hingga hari ini.

Soal pemanfaatan harta kekayaan untuk warga adat, menurut Djuwita, Pemda seharusnya bertanya kepada warga.

Sunda Wiwitan berprinsip memberikan kebaikan dan manfaat tidak hanya bagi warga adat, tapi masyarakat luas.

Salah satu buktinya adalah tanah komunal warga adat yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum warga luas.

Begitupun pranata sistem kelembagaan yang juga sudah dijelaskan dalam data-data yang diserahkan pada Pemda.

Melihat keputusan itu, Djuwita menegaskan bahwa sikap Pemda Kuningan berkebalikan dengan sejumlah pandangan para pakar dalam webinar Diseminasi Hasil Verifikasi dan Validasi Masyarakat AKUR Sunda Wiwitan Cigugur yang dilaksanakan Universitas Katolik Parahyangan pada Kamis (11/2/2021).

Para pakar mengemukakan bahwa AKUR Sunda Wiwitan layak diakui sebagai masyarakat hukum adat.

Praktisi dan ahli antropog Indonesia Yando Zakaria menyampaikan, Permendagri 52 Tahun 2014 memiliki makna pengakuan bersyarat.

Yando mengemukakan pemaparan Satjipto Rahardjo bahwa pengakuan yang bersyarat merupakan ekspresi kedaulatan negara.

Namun, apabila syarat mengakibatkan obyek pengakuan yang disasar menjadi terhambat, maka syarat itu perlu diperiksa.

Lebih lanjut, Yando mengkritisi lima syarat yang jadikan alasan pemerintah daerah.

Dia mempertanyakan, apakah lima syarat itu bersifat akumulatif atau fakultatif.

“Akumulatif artinya warga adat harus memenuhi kelimanya, atau cukup fakultatif, cukup dipenuhi satu atau lebih dari syarat itu. Kalau itu akumulatif, maka kita dzolim terhadap masyarakat adat. Kenapa? Karena dari lima kriteria itu, sedikit banyaknya sudah dirusak oleh berbagai kebijakan negara, baik negara kolonial, atau negara Indonesia,” kata Yando mengutip penjelasan Jimly Asshiddiqie.

Djuwita mengatakan, hingga saat ini AKUR Sunda Wiwitan masih terus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan sejumlah pakar dan pihak lain.

Mereka sedang mempersiapkan strategi untuk menanggapi surat keputusan Bupati Kuningan Acep Purnama yang menolak Sunda Wiwitan sebagai masyarakat hukum adat.

Tulisan ini adalah bagian dari program Workshop dan Story Grant Pers Mainstream yang digelar Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) bekerja sama dengan Norwegian Embassy untuk Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com