Setelah menerima pembayaran ganti untung pembebasan tanah untuk proyek kilang minyak, ratusan mobil datang silih berganti, setidaknya ke tiga desa di Tuban.
Menurut kepala desa Sumurgeneng Gihanto, jika ditotal jumlah mobil yang dibeli oleh warganya kurang lebih 176 unit.
Bahkan ada satu orang yang memborong tiga mobil sekaligus.
Mengapa mereka memilih membelanjakan uang untuk membeli mobil?
Drajat menjelaskan, mobil adalah sebuah simbol status yang paling mudah diakses.
"Masyarakat cenderung merasa statusnya naik dengan cepat dengan barang-barang tersebut, mobil, TV besar," kata dia.
Orang mengejar simbol hingga terjadi pembelian secara sporadis dan irasional.
Baca juga: Sodir Mengaku Tekor Usai Dapat Rp 4 Miliar di Tuban: Kalau Beli Tanah Lagi di Tempat Lain Harga Naik
Dari sejumlah pengamatan, peristiwa serupa dialami oleh warga yang lahannya digunakan untuk perkebunan kelapa sawit atau pembangunan jalan tol.
"Gejala itu muncul di beberapa kejadian, misalnya kita temui, tanah dipakai kebun kelapa sawit. Yang dulu kelapa sawit murah, meledak luar biasa hingga warga desa hampir rata-rata punya Pajero," tutur dia.
Hal tersebut tak jauh berbeda dari warga desa terpencil yang lahan atau sawahnya terdampak pembebasan proyek jalan tol.
"Satu proses transformasi ekonomi terjadi secara mendadak, mereka mendapatkan uang melebihi daya konsumsi sehingga muncul perilaku konsumerisme," ungkap Drajat.
Baca juga: Telepon Terakhir Prada Ginanjar dan Janji Ikan Gurame Goreng Sang Ayah