Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Para Mantan Perambah Hutan Way Kambas, Tobat hingga Membangun Desa

Kompas.com - 05/02/2021, 16:12 WIB
Tri Purna Jaya,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

 

Beli kotoran sapi dari warga

Produksi pupuk kompos yang kini dijalani Bambang bisa mencapai 8 – 12 ton.

“Panen itu sekitar per tiga bulan, kisaran 8 sampai 12 ton. Sekarang ini bisa lebih, soalnya kebutuhan dan permintaan makin banyak, karena tanaman hias lagi naik daun,” kata Bambang.

Bambang menuturkan, bahan baku pembuatan pupuk kompos tersedia sangat banyak di desanya.

“Hampir 50 persen penduduk di sini memelihara sapi, sehingga ada banyak potensi, makanya kita membeli kotoran sapi dari mereka,” kata Bambang.

Bambang mengemas pupuk komposnya dengan kantong plastik. Sebab apabila menggunakan karung, pupuk menjadi keras.

“Setelah dicoba pakai kantong plastik, hasil panen pupuk tidak keras. Satu kantong ukuran 4 kilogram dijual Rp 7.500,” kata Bambang.

Pupuk kompos buatan kelompok Karya Lestari ini sudah dipasarkan di Lampung Timur, Kota Metro, hingga Bandar Lampung.

“Untuk daerah yang dekat, bebas ongkos kirim,” kata Bambang.

Dari perambah hutan hingga jadi pemandu wisata

Kisah tobatnya perambah hutan karena kesibukan pemberdayaan desa penopang juga diceritakan Suhandak (55), warga Desa Braja Harjosari, Lampung Timur.

Suhandak kini menjadi pemandu wisata susur sungai di perbatasan antara kawasan hutan dengan desa.

“Ya, itu dosanya, dulu masuk hutan, merambah,” kata Suhandak.

Pengalaman masuk–keluar hutan membuat Suhandak memiliki pengetahuan istimewa, baik itu perilaku satwa, hingga ciri-ciri jalur satwa yang mempunyai nilai historis.

“Itu, jalur gajah pas melewati sungai,” kata Suhandak menunjuk sebuah ceruk di tepian sungai.

Ceruk itu, kata Suhandak, adalah pijakan yang terbentuk saat rombongan gajah sumatera naik ke daratan setelah menyeberang melalui sungai.

Hal lainnya, apabila para wisatawan ingin menikmati sunset sambil menyusuri sungai, Suhandak mengetahui lokasi terbaik untuk melihat pemandangan terbenamnya matahari.

“Ya pengalaman dulu itu, jadi tahu lokasi yang bagus-bagus. Kalau di sini, bisa bird watching burung yang ekosistemnya di air,” kata Suhandak.

Suhandak mengatakan, menjadi pemandu wisata dan memberdayakan warga desa penopang, menjadi semacam penebusan dosa atas kesalahannya dahulu.

“Sekarang ya jadi pemandu wisata saja. Sudah enggak lagi masuk hutan, kapok,” kata Suhandak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com