Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Penyelamatan Penyu di Mataram, Dulu Dibantai, Kini Para Pelaku Direkrut Jadi Pelindung

Kompas.com - 30/01/2021, 11:14 WIB
Karnia Septia,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS. com - Suara deburan ombak dan deretan kafe bernuansa bambu menyambut pengunjung saat tiba di Pantai Mapak Indah.

Pantai yang berada di Kecamatan Sekarbela, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini mendadak menjadi primadona.

Deretan cafe bernuansa bambu dengan berbagai ornamen warna-warni yang berjajar di sepanjang garis pantai menjadi daya tarik tersendiri.

Baca juga: Munjilah Kaget Dengar Suara Dentuman, Ternyata Rumahnya Dihantam Meteorit, Ini Ceritanya

Sejumlah kafe di pantai ini menyediakan tempat duduk menghadap ke laut. Sehingga pengunjung bisa menikmati suasana pantai sambil memesan makanan atau minuman.

Jika sore tiba, semakin banyak pengunjung yang datang untuk menikmati keindahan sunset dari pantai ini.

Baca juga: Penjual Pulau Lantigiang Selayar Mengaku Miliki Surat Kepemilikan, Klaim Dulu Punya Neneknya

Namun, bukan hanya itu daya tarik yang diberikan sehingga pantai ini banyak dikunjungi masyarakat.

Tak seperti pantai lain yang ada di Kota Mataram, di sini terdapat tempat penangkaran penyu.

Para pengunjung bisa melihat kolam-kolam berisi puluhan anak penyu (tukik) serta kolam berisi pasir untuk penetasan telur penyu.

Bangun konservasi penyu sejak 2016

Dulu, lahan seluas 30 are (3.000 meter persegi) itu hanya berupa semak belukar.

Namun, di tangan Mahendra Irawan tempat ini disulap menjadi obyek wisata menawan. Ia berhasil mengembangkan eduwisata dengan konservasi penyu.

Irawan yang akrab disapa Awan menceritakan awal mula konservasi penyu di Pantai Mapak Indah.

Kegiatan edukasi soal penyu di kawasan konservasi penyu di Pantai Mapak Indah, Kota Mataram, NTB.Dok. Mahendra Irawan for Kompas.com Kegiatan edukasi soal penyu di kawasan konservasi penyu di Pantai Mapak Indah, Kota Mataram, NTB.

Menata tempat wisata sekaligus sebagai tempat konservasi penyu tidak semudah membalikan telapak tangan.

Dia mula membangun konservasi penyu di pantai ini tahun 2016.

"Awalnya kita miris sekali dengan tingkat kepedulian masyarakat terhadap penyu, karena sering dijualbelikan di pasar. Dagingnya dibantai, seolah-olah penyu ini hama. Padahal penyu ini besar fungsinya terhadap ekosistem laut," kata Awan kepada Kompas.com, Jumat (29/1/2021).

Karena kecintaannya terhadap salah satu hewan yang dilindungi ini, Awan pun berinisiatif untuk melestarikan penyu dengan membuat tempat konservasi penyu di lahan miliknya.

Awan mengatakan, sepanjang garis pantai di Kota Mataram sebenarnya merupakan tempat penyu-penyu bertelur.

Saat masa bertelur penyu tiba, yaitu sekitar bulan Mei, Juni, Juli dan Agustus. Penyu-penyu ini akan naik ke daratan untuk bertelur.

"Daratan kita di Lombok ini mempunyai sekitar empat atau lima jenis penyu. Tapi yang mendominasi di Pantai Mapak Indah ini adalah penyu lekang dan penyu sisik. Karena di depan Pantai Mapak indah ini terdapat terumbu karang," ujar Awan.

Hanya saja selama ini banyak oknum yang tidak bertanggung jawab memburu telur penyu untuk dijual atau dikonsumsi.

Perlahan-lahan Awan pun mulai memberi edukasi dan meyakinkan masyarakat untuk mau bersama-sama melestarikan penyu.

"Orang-orang yang awalnya pengepul telur penyu yang sering memperjualbelikan telur penyu itu yang kami rekrut menjadi anggota yang tertuang dalam Kelompok Pelestari Penyu Mapak (KP2M)," kata Awan.

Konservasi Penyu di Pantai Mapak Indah, Kota Mataram, NTB.KOMPAS.COM/KARNIA SEPTIA KUSUMANINGRUM Konservasi Penyu di Pantai Mapak Indah, Kota Mataram, NTB.

Mereka diberi pekerjaan dan kini ikut mengelola tempat konservasi penyu.

Di tempat penangkaran penyu, Awan dan teman-temannya membuat sarang semi alami untuk menetaskan telur-telur penyu.

Suhu dan kelembaban dalam pasir pun diatur yaitu 29-30 derajat celsius dan tidak terkena air.

Kelembaban dan suhu pada pasir  dapat memengaruhi jenis kelamin penyu yang akan menetas.

Masa inkubasi di sarang semi alami ini membutuhkan waktu sekitar 45-80 hari baru bisa menetas menjadi tukik.

Setelah menetas, tukik-tukik ini akan dipindahkan ke kolam hingga siap untuk dilepas kembali ke laut.

Mulai dikenal

Seiring berjalannya waktu, tempat konservasi penyu di Pantai Mapak Indah semakin dikenal dan dikunjungi banyak orang.

Para pelajar mulai dari PAUD, TK, SD hingga mahasiswa datang untuk belajar soal penyu.

"Kita membuka open kunjungan berbentuk paket edukasi wisata. Bentuknya adalah anak-anak sekolah datang ke sini, kita duduk berinteraksi langsung kita menjelaskan betapa pentingnya penyu, perbedaan penyu, kura-kura bulus, dan sebagainya," ujar Awan.

Pada waktu-waktu tertentu, juga ada acara pelepasan tukik ke pantai.

Namun, setelah berjalan sekitar empat tahun yaitu tahun 2016-2018, ternyata pengeluaran untuk merawat penyu dengan pemasukan yang didapat tidak seimbang.

Beberapa kali mencoba untuk mendapat bantuan dari pemerintah, tapi gagal.

Sedikit demi sedikit penataan pariwisata mulai dilakukan.

Para Pengusaha, Pokdarwis dan BUMN pun digandeng untuk penataan fasilitas penunjang pariwisata.

Mulai dari fasilitas toilet umum, mushala, tempat konservasi penyu, tempat parkir, hingga kafe.

Dengan penataan pariwisata ini, pemberdayaan masyarakat di sekitar pantai bisa berjalan dan masyarakat bisa mendapat pekerjaan.

"Alhamdulillah bisa sampai merekrut 70 orang yang bisa bekerja ikut andil menjadi bagian dari kelompok konservasi dan pokdarwis," Kata Awan.

Selain mampu memberdayakan masyarakat sekitar, kegiatan konservasi penyu pun bisa tetap berjalan karena ada pemasukan dari sektor pariwisata.

Kini, Pantai Mapak Indah menjadi salah satu destinasi wisata di Kota Mataram yang wajib dikunjungi.

Selain bisa bersantai menikmati keindahan pantai, pengunjung juga bisa belajar soal penyu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com