KOMPAS.com- Bermula acara perkumpulan keluarga besar, sebanyak sepuluh orang dinyatakan positif Covid-19.
Salah satunya ialah dokter bedah asal Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, dr Sriyanto.
Dua pekan setelah acara keluarga di Semarang, dia merasakan gejala sakit yang mengarah ke Covid-19 seperti demam serta mulut kering.
Ternyata diketahui, beberapa keluarganya di Semarang sudah terlebih dahulu dinyatakan positif Covid-19.
“Keluarga di Semarang mengabari saya kalau sudah anggota keluarga lain yang positif covid-19,” kata Sriyanto saat dihubungi, Sabtu (5/12/2020).
Setelah dilakukan tes swab, diketahui sebanyak 10 orang keluarga, termasuk dokter Sriyanto positif Covid-19 usai mengikuti kumpul keluarga besar di Semarang.
Baca juga: Perjuangan Dokter Sriyanto Sembuh Lawan Covid-19, Berawal dari Kumpul Keluarga (1)
Tak hanya Sriyanto, anaknya yang berusia 17 tahun juga terkonfirmasi positif Covid-19.
Dokter spesialis bedah RSU Muliah Hati Wonogiri itu langsung dirawat bersama anaknya di RSUD dr Moewardi, Solo.
Dia memang ingin dirawat di RSUD dr Moewardi karena menggunakan obat Tocilizumab dan plasma konvalesen untuk penyembuhan pasien Covid-19.
Baca juga: Perjuangan Dokter Sriyanto Sembuh Lawan Covid-19, Tak Bisa Menelan dan Batuk Susah Berhenti (2)
Berangkat dalam kondisi demam menggigil dan batuk, kondisi Sriyanto semakin memburuk dari hari ke hari.
Apalagi dia mengetahui kabar ayah mertuanya yang terbaring lemah di RSUP dr Kariadi Semarang karena penyakit yang sama.
Batuknya semakin hebat dan membuat bagian tubuh lainnya menjadi sakit karena sentakannya.
Meski tidak merasakan sesak napas seperti pasien Covid-19 lainnya, dia tetap kesulitan bernapas akibat batuk yang tak bisa berhenti.
“Saya sangat tersiksa sekali dan membuat saya kesulitan bernapas,” jelas Sriyanto.
Baca juga: Bermula 8 Siswa SMK Batuk dan Anosmia, Terbongkar 179 Siswa Positif Covid-19
Selain tak bisa mencium bau, dia juga kesulitan mengunyah makanan.
Nasi terasa menjadi keras dan tak mau ditelan oleh tenggorokannya.
Makanan yang masuk ke mulut kembali dimuntahkan dalam kondisi utuh.
“Saya tidak bisa membaui dan susah mengunyah hingga menelan. Dari pagi sampai siang akhirnya saya tidak makan. Saya hanya minum saja,” kata Sriyanto.
Menurutnya, gejala tersebut semakin membuatnya paranoid hingga memasrahkan diri kepada Sang Pencipta.
Baca juga: Kisah Pilu Dokter Sardjono dan Istrinya, Meninggal Bergiliran karena Covid-19 di Hari yang Sama
Beruntung dua kantong plasma darah penyintas Covid-19 tiba dari Jakarta.
Dia juga meminta disuntik Tocilizumab oleh dokter.
"Jadi saya pas banget dapat obat. Saya tidak bisa membayangkan tidak mendapatkan Tocilizumab dan plasma dengan posisi dua hari tidak makan bisa makin memburuk. Sehari saja saya rasakan sangat tidak enak. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kalau hal itu terjadi hingga tiga hari,” kata Sriyanto.
Seperti mendapat mukjizat, kondisi tubuhnya mulai normal enam jam setelah mendapatkan donor plasma.
Saat mencoba makan pisang, dirinya bisa menelan tanpa hambatan.
Besoknya, dia kembali menerima plasma konvalesen dan tertidur sampai 12 jam.
“Saat diinjeksi yang kedua saya tertidur selama 12 jam. Seharian itu saya hanya tertidur. Begitu terbangun, badan terasa lebih ringan dan segar. Batuk juga sudah berkurang banyak dan demam perlahan menurun,” ungkap Sriyanto.
Baca juga: Baru Dua Bulan Merantau, Penjual Bakso Ditendang hingga Terpental gara-gara Salah Paham Harga
Namun saat itu dia mendapatkan kabar buruk bahwa ayah mertuanya meninggal dan dimakamkan dengan protokol Covid-19, Sabtu (21/11/2020).
Sedangkan kondisi anaknya selama perawatan hanya merasakan gejala ringan.
Sriyanto memang memiliki penyakit komorbid diabetes melitus sehingga dikhawatirkan menjadi pemicu sakit hingga berujung kehilangan nyawa.
Dia bersyukur, kini telah dinyatakan sembuh setelah mengalami cobaan bertubi-tubi tersebut.
Baca juga: Kami Masih Berharap, Bayi Itu Ditemukan Hidup
Sriyanto berharap masyarakat mempercayakan masalah kesehatan kepada tim medis.
Menurutnya, dokter memiliki prosedur dan obat yang sudah teruji sehingga bisa dipertanggungjawabkan.
Tentu dengan doa yang tulus dari orang di sekitar akan membantu kesembuhan pasien.
Sriyanto sendiri memiliki tekad untuk bertahan hidup agar bisa berbuat amal salih.
“Tekad itu saya tanamkan kuat dalam hati karena saya masih ingin hidup untuk menambah amal salih. Bekal saya belum cukup untuk pulang ke negeri keabadian,” ujar Sriyanto.
Sumber: Kompas.com (Penulis : Kontributor Solo, Muhlis Al Alawi | Editor : Teuku Muhammad Valdy Arief)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.