Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sembuh Lawan Covid-19, Dokter Sriyanto Berharap Terapi Plasma Konvalesen Digencarkan (3)

Kompas.com - 07/12/2020, 20:50 WIB
Muhlis Al Alawi,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

WONOGIRI, KOMPAS.com-Keberanian seorang Sriyanto, dokter ahli bedah asal Kabupaten Wonogiri menuliskan testimoni di laman Satgas Covid-19 selama 12 hari berjuang hidup mati melawan covid-19 bukan tanpa tujuan.

Pria ini berharap lewat tulisannya itu penyediaan plasma yang berasal dari donor pasien sembuh Covid-19 harus lebih digencarkan dan diberikan lebih dini kepada warga yang terpapar.

“Jangan sampai orang sudah masuk ICU dan sudah parah baru diberikan plasma. Tetapi seperti saya dengan gejala sedang maka lebih baik diberi plasma,” kata Sriyanto saat dihubungi, Minggu (6/12/2020).

Baca juga: Perjuangan Dokter Sriyanto Sembuh Lawan Covid-19, Berawal dari Kumpul Keluarga (1)

Ia menilai saat ini belum ada gerakan yang masif untuk penyediaan plasma. Karena itu, tidak semua orang mendapatkan akses fasilitas itu lantaran terbatasnya plasma.

Kedua, penyediaan obat Tocilizumab. Meski mahal harganya, pemerintah semestinya tetap mengadakan untuk keselamatan jiwa para pasien kasus Covid-19.

Ia mencontohkan pemerintah mengeluarkan anggaran Rp 1 triliun untuk pembelanjaan obat itu maka bisa diperuntukkan bagi 125 ribu orang.

Ketiga, penyediaan plasma harus mulai aktif dari PMI dan rumah sakit.

dr. Sriyanto, SpBKOMPAS.COM/MUHLIS AL ALAWI dr. Sriyanto, SpB

Pasalnya, rumah sakit sudah memiliki data pasien yang sudah sembuh. Untuk itu seharusnya para pasien yang sudah sembuh dihubungi untuk mau menjadi donor plasma.

“Tidak seperti sekarang hanya promo di WA (WhatsApp) Itu pun kurang gencar. Seharusnya pemerintah harus aktif dan jemput bola seperti mereka ditelepon, dibujuk bahwa ini sangat membantu. Ini terapi utama melawan Covid-19. Selain murah sudah banyak yang terbukti sembuh,” jelas Sriyanto.

Baca juga: Perjuangan Dokter Sriyanto Sembuh Lawan Covid-19, Tak Bisa Menelan dan Batuk Susah Berhenti (2)

Sriyanto menampik bila para pasien sembuh Covid-19 dituding egois karena tidak mau mendonorkan darahnya.

Pasalnya, beberapa pasien yang sudah sembuh dan dihubunginya menyatakan siap menjadi pendonor plasma.

“Mereka merasa senang bisa membantu karena sebelumnya sudah diselamatkan dengan donor plasma dari pasien sembuh lainnya. Mereka bilang masak saya tidak mau gantian menolong orang lain,” jelas Sriyanto.

Ia mencontohkan, sampai saat ini belum dihubungi pihak yang berwenang untuk memintanya menjadi pendonor plasma.

Padahal bila dihubungi maka dengan senang hati akan mendonorkan plasmanya ke pasien Covid-19 yang membutuhkan.

“Kalau saya dihubungi saya sudah siap. Minggu depan saya disuruh berangkat maka saya berangkat,” kata Sriyanto.

Namun upaya gencar membujuk pasien sembuh menjadi pendonor plasma belum masif dilakukan.

Baca juga: Dokter Reisa: Cegah Klaster Kantor, Karyawan Juga Harus Disiplin Terapkan 3M

Harapannya testimoni yang disampaikan di satgas Covid-19 dapat menggugah pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengajak dan membujuk pasien sembuh mau berdonor plasma dan mengadakan obat Tocilizumab.

“Bila yang minta gubernur atau bupati sendiri masak mereka tidak mau. Semisal mereka dikumpulkan lalu diminta kesediaannya oleh bupati pasti mereka mau. Ini hanya masalah caranya membujuk,” kata Sriyanto.

Sejuah ini, Sriyono mengetahui rumah sakit yang menyediakan plasma dan obat Tocilizumab selain RSUD dr. Moewardi yakni RSUD dr. Sardjito Yogyakarta dan RSPAD Jakarta.

Ia pun mendapatkan informasi dalam satu bulan terakhir dokter dan nakes di RSUD Moewardi dilaporkan banyak yang terselamatkan karena ada dua obat tersebut.

Menurutnya, setiap pasien sembuh dapat menjadi pendonor plasma. Teknisnya pun sederhana, pasien yang sembuh tinggal diambil plasmanya.

Baca juga: Terpapar Covid-19, Dokter Sahabat Ganjar Ini Kondisinya Membaik Selepas Terapi Plasma Konvalesen

Baginya pengambilan plasma pada pasien lebih mudah dan gambang ketimbang membicarakan vaksin yang belum jelas dan lebih mahal harganya.

Menurut Sriyanto bila pemerintah ingin menurunkan angka kematian Covid-19 maka, fokus pemerintah harus pengadaan plasma.

Apalagi saat ini pasien Covid-19 yang sembuh sudah banyak setelah diinjeksi plasma dari pasien sembuh corona.

Dengan demikian, ribuan pasien yang sembuh itu dapat diminta menjadi sukarelawan donor plasma untuk kesembuhan pasien lainnya.

Satu pendonor untuk lima pasien positif Covid-19

Satu pasien Covid-19 sembuh dapat mendonorkan ke lima pasien yang sakit.

Teknisnya satu kali dalam sebulan satu pasien sembuh dapat mendonorkan plasmanya ke orang lain.

“Kalau bulan ini semisal saya diambil 400 cc. Maka bulan depan saya dapat diambil lagi 400 cc. Maksimal lima kali dalam lima bulan” kata Sriyanto.

Bila satu pasien sembuh dapat mendonor plasma bagi lima pasien sakit maka ia optimistis angka kematian Covid-19 di Indonesia akan turun drastis.

Baca juga: Ganjar Minta Penyintas yang Sembuh dari Covid-19 Donorkan Plasma Darah

Hanya saja, hal itu akan terwujud atas kemauan pemerintah dengan membujuk, mendatangi seluruh pasien sembuh untuk mau donor plasma.

“Semisal pasien yang sembuh itu dijemput di rumahnya kemudian dibawa ke PMI atau rumah sakit untuk menjadi pendonor plasma. Kemudian dikasih makan. Tidak dikasih uang pun mereka senang. Yang penting jangan suruh datang sendiri,” tandas Sriyanto.

Untuk menjadi pendonor plasma harus memenuhi syarat. Bisa jadi dari 100 orang yang bisa menjadi pendonor sekitar sepuluh persen atau 10 orang.

Kendati demikian hal itu tidak masalah, karena pasien sembuh sudah banyak.

Semisal 100.000 pendonor setelah diperiksa 10.000 yang layak donor maka bisa memberikan donor plasmanya kepada 50.000 kantong.

“Bisa menyelamatkan banyak jiwa. Tetapi diberikan harus lebih awal. Jangan nunggu sesak baru diberi,” kata Sriyanto.

Baca juga: Mengenal Terapi Plasma Konvalesen untuk Penderita Covid-19, Bagaimana Cara Kerjanya?

Pemberian plasma bisa dilakukan di fasilitas kesehatan setingkat puskesmas. Hanya saja untuk pengolahan plasma harus dilakukan di PMI besar.

Semisal PMI di kabupaten mau mengolah dapat membeli alatnya seharga Rp 1 miliar-an. Bila memiliki alat ini bisa digunakan untuk penanganan wabah.

“Saat wabah flu burung juga menggunakan model plasma. Dan konsep ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu,” demikian Sriyanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com