Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Dokter Sriyanto Sembuh Lawan Covid-19, Berawal dari Kumpul Keluarga (1)

Kompas.com - 07/12/2020, 10:43 WIB
Muhlis Al Alawi,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

WONOGIRI, KOMPAS.com-Kisah perjuangan hidup mati, Sriyanto, dokter ahli bedah asal Wonogiri melawan Covid-19 hingga sembuh menjadi topik hangat perbincangan di dunia maya dalam tiga hari terakhir.

Nama Sriyanto menjadi dikenal setelah mengunggah testimoninya selama 12 hari melawan virus tersebut di laman Satgas Nasional Covid-19.

Kepada Kompas.com, Sriyanto menceritakan awal mula tertular dan maksud hatinya mengunggah testimoni perjuang hidup matinya sembuh dari Covid-19.

Sriyanto mulai terinfeksi Covid-19 setelah pulang mengikuti kumpulan keluarga besarnya di Semarang, Jawa Tengah, pada Minggu (1/11/2020).

Baca juga: Dokter Reisa: Cegah Klaster Kantor, Karyawan Juga Harus Disiplin Terapkan 3M

Dua pekan sepulang dari kumpulan itu, Sriyanto mulai merasakan demam dan mulut kering.

Gundah gulana merasakan sakit demam selama tiga hari, Sriyanto mendapatkan beberapa anggota keluarganya yang mengikuti kumpulan keluarga di Semarang terpapar virus corona terlebih dahulu.

“Keluarga di Semarang mengabari saya kalau sudah anggota keluarga lain yang positif covid-19,” kata Sriyanto saat dihubungi, Sabtu (5/12/2020)

Total keluarganya yang terpapar virus corona setelah kumpul keluarga besar di Semarang sebanyak 10 orang.

Dia pun tidak mengetahui siapa pembawa virus itu saat acara kumpulan keluarga besar berlangsung.

Merasa gejala yang dialami berkaitan dengan kumpulan keluarga di Semarang, Sriyanto bersama keluarga yang tinggal di Wonogiri menjalani uji swab.

Hasilnya dia bersama anaknya semata wayang dinyatakan positif covid-19, Rabu (18/11/2020).

Baca juga: Terpapar Covid-19, Dokter Sahabat Ganjar Ini Kondisinya Membaik Selepas Terapi Plasma Konvalesen

Dalam kondisi demam dan batuk, Sriyanto dan anaknya dibawa ke RSUD dr. Moewardi Solo.

Sriyanto memilih RSUD dr. Moewardi sebagai tempat perawatan setelah terjangkit Covid-19 bukan tanpa alasan.

Jauh hari di awal pandemi melanda Indonesia, Sriyanto sudah mempersiapkan diri bila dia dan keluarganya terjangkit Covid-19 maka harus dirawat di RSUD dr. Moewardi.

Dokter ahli bedah di RSU Mulia Hati Wonogiri itu memilih rumah sakit milik Pemprov Jateng di Solo itu lantaran sudah menggunakan obat Tocilizumab dan plasma untuk penyembuhan pasien Covid-19.

Sepanjang perjalanan dari Wonogiri ke Kota Solo, tubuh Sriyanto dan anaknya terus menggigil.

Kondisi itu diperparah dengan kabar ayah mertuanya yang juga dokter bedah sementara terbaring lemah di Ruang ICU RSUD Karyadi Semarang karena terpapar corona.

“Usia beliau sudah sepuh sekitar 78 tahun. Jadi sangat rapuh menghadapi serangan covid-19,” kata Sriyanto.

Baca juga: 3 Dokter Kandungan RSD dr Soebandi Positif Covid-19, Berstatus Tanpa Gejala

Hari pertama di ruang isolasi, kondisi kesehatan badannya makin memburuk. Demam tubuhnya tinggi dan sepanjang hari merasa menggigil kedinginan.

Tak ingin bertambah parah, Sriyanto menelan satu butir obat penurun panas dan demam setiap enam jam sekali.

Belum selesai melawan panas dan demam selama tiga hari, gempuran sakit hari keempat makin bertambah.

Kali ini, sentakan batuk yang sering menjadikan tubuh pria berkacamata itu makin terasa sakit semua.

Batuk hebat yang melanda tubuhnya membuat Sriyanto kesulitan berkomunikasi saat keluarga dan sahabatnya menelepon.

Bahkan ketika hendak salat pun, dia juga kesulitan lantaran saat bergerak selalu diikuti dengan batuk-batuk yang berkelanjutan.

“Saya sangat tersiksa sekali dan membuat saya kesulitan bernapas,” jelas Sriyanto.

Baca juga: Perjuangan Dokter Ririn Rawat Pasien Covid-19: Lihat Pasien Sembuh, Itu Sebuah Kepuasan...

Dua hari dilanda batuk hebat, hari keenam dalam masa isolasi, kondisi kesehatan Sriyanto makin memburuk.

Dia kaget bukan main lantaran tiba-tiba di hari itu indera penciuman menghilang. Hidungnya sama sekali tidak bisa merasakan bau apa pun yang berada di sekitarnya.

Sriyanto juga kesusahan mengunyah dengan baik setiap makanan yang masuk ke mulutnya.

“Saya tidak bisa membaui dan susah mengunyah hingga menelan. Dari pagi sampai siang akhirnya saya tidak makan. Saya hanya minum saja,” kata Sriyanto.

Saat mendapatkan jatah makan dia mencoba untuk mengunyahnya tapi terus gagal. Untuk menelan makanan pun kerongkongannya merasa sakit sekali.

Ototnya merasa seperti kaku sehingga untuk mengunyah makanan tidak bisa empuk-empuk seperti saat normal.

Lantaran gagal mengunyah, makanan yang masuk dalam mulutnya pun dimuntahkan kembali utuh.

Merasa nasinya keras saat dimakan, Sriyanto sempat memprotes bagian gizi rumah sakit karena memasak tidak benar.

Baca juga: 27 Karyawan Metro TV Surabaya Positif Covid-19, Dokter Sebut Tanpa Gejala

Namun setelah mendapatkan penjelasan, ternyata nasi yang dihidangkan untuknya sudah dalam kondisi lembut.

Pasalnya pasien lain yang mengunyah nasi itu terasa baik dan lancar.

Mendapatkan penjelasan itu, Sriyanto baru menyadari Covid-19 yang mendera tubuhnya menjadiknya sulit untuk mengunyah sekaligus menelan.

“Bisa jadi cairan kelenjar tidak keluar sehingga fungsi saraf menelan terganggu. Virus ini mengganggu semua fungsi mulut dan tenggorokan saya,” ungkap Sriyanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com