Salin Artikel

Perjuangan Dokter Sriyanto Sembuh Lawan Covid-19, Berawal dari Kumpul Keluarga (1)

Nama Sriyanto menjadi dikenal setelah mengunggah testimoninya selama 12 hari melawan virus tersebut di laman Satgas Nasional Covid-19.

Kepada Kompas.com, Sriyanto menceritakan awal mula tertular dan maksud hatinya mengunggah testimoni perjuang hidup matinya sembuh dari Covid-19.

Sriyanto mulai terinfeksi Covid-19 setelah pulang mengikuti kumpulan keluarga besarnya di Semarang, Jawa Tengah, pada Minggu (1/11/2020).

Dua pekan sepulang dari kumpulan itu, Sriyanto mulai merasakan demam dan mulut kering.

Gundah gulana merasakan sakit demam selama tiga hari, Sriyanto mendapatkan beberapa anggota keluarganya yang mengikuti kumpulan keluarga di Semarang terpapar virus corona terlebih dahulu.

“Keluarga di Semarang mengabari saya kalau sudah anggota keluarga lain yang positif covid-19,” kata Sriyanto saat dihubungi, Sabtu (5/12/2020)

Total keluarganya yang terpapar virus corona setelah kumpul keluarga besar di Semarang sebanyak 10 orang.

Dia pun tidak mengetahui siapa pembawa virus itu saat acara kumpulan keluarga besar berlangsung.

Merasa gejala yang dialami berkaitan dengan kumpulan keluarga di Semarang, Sriyanto bersama keluarga yang tinggal di Wonogiri menjalani uji swab.

Hasilnya dia bersama anaknya semata wayang dinyatakan positif covid-19, Rabu (18/11/2020).

Dalam kondisi demam dan batuk, Sriyanto dan anaknya dibawa ke RSUD dr. Moewardi Solo.

Sriyanto memilih RSUD dr. Moewardi sebagai tempat perawatan setelah terjangkit Covid-19 bukan tanpa alasan.

Jauh hari di awal pandemi melanda Indonesia, Sriyanto sudah mempersiapkan diri bila dia dan keluarganya terjangkit Covid-19 maka harus dirawat di RSUD dr. Moewardi.


Dokter ahli bedah di RSU Mulia Hati Wonogiri itu memilih rumah sakit milik Pemprov Jateng di Solo itu lantaran sudah menggunakan obat Tocilizumab dan plasma untuk penyembuhan pasien Covid-19.

Sepanjang perjalanan dari Wonogiri ke Kota Solo, tubuh Sriyanto dan anaknya terus menggigil.

Kondisi itu diperparah dengan kabar ayah mertuanya yang juga dokter bedah sementara terbaring lemah di Ruang ICU RSUD Karyadi Semarang karena terpapar corona.

“Usia beliau sudah sepuh sekitar 78 tahun. Jadi sangat rapuh menghadapi serangan covid-19,” kata Sriyanto.

Hari pertama di ruang isolasi, kondisi kesehatan badannya makin memburuk. Demam tubuhnya tinggi dan sepanjang hari merasa menggigil kedinginan.

Tak ingin bertambah parah, Sriyanto menelan satu butir obat penurun panas dan demam setiap enam jam sekali.

Belum selesai melawan panas dan demam selama tiga hari, gempuran sakit hari keempat makin bertambah.

Kali ini, sentakan batuk yang sering menjadikan tubuh pria berkacamata itu makin terasa sakit semua.

Batuk hebat yang melanda tubuhnya membuat Sriyanto kesulitan berkomunikasi saat keluarga dan sahabatnya menelepon.

Bahkan ketika hendak salat pun, dia juga kesulitan lantaran saat bergerak selalu diikuti dengan batuk-batuk yang berkelanjutan.

“Saya sangat tersiksa sekali dan membuat saya kesulitan bernapas,” jelas Sriyanto.

Dua hari dilanda batuk hebat, hari keenam dalam masa isolasi, kondisi kesehatan Sriyanto makin memburuk.

Dia kaget bukan main lantaran tiba-tiba di hari itu indera penciuman menghilang. Hidungnya sama sekali tidak bisa merasakan bau apa pun yang berada di sekitarnya.

Sriyanto juga kesusahan mengunyah dengan baik setiap makanan yang masuk ke mulutnya.

“Saya tidak bisa membaui dan susah mengunyah hingga menelan. Dari pagi sampai siang akhirnya saya tidak makan. Saya hanya minum saja,” kata Sriyanto.


Saat mendapatkan jatah makan dia mencoba untuk mengunyahnya tapi terus gagal. Untuk menelan makanan pun kerongkongannya merasa sakit sekali.

Ototnya merasa seperti kaku sehingga untuk mengunyah makanan tidak bisa empuk-empuk seperti saat normal.

Lantaran gagal mengunyah, makanan yang masuk dalam mulutnya pun dimuntahkan kembali utuh.

Merasa nasinya keras saat dimakan, Sriyanto sempat memprotes bagian gizi rumah sakit karena memasak tidak benar.

Namun setelah mendapatkan penjelasan, ternyata nasi yang dihidangkan untuknya sudah dalam kondisi lembut.

Pasalnya pasien lain yang mengunyah nasi itu terasa baik dan lancar.

Mendapatkan penjelasan itu, Sriyanto baru menyadari Covid-19 yang mendera tubuhnya menjadiknya sulit untuk mengunyah sekaligus menelan.

“Bisa jadi cairan kelenjar tidak keluar sehingga fungsi saraf menelan terganggu. Virus ini mengganggu semua fungsi mulut dan tenggorokan saya,” ungkap Sriyanto.

https://regional.kompas.com/read/2020/12/07/10432441/perjuangan-dokter-sriyanto-sembuh-lawan-covid-19-berawal-dari-kumpul

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke