Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media Sosial, Tempat Ridwan Kamil "Menjual" Program dan Menjadi Target Kritik

Kompas.com - 31/10/2020, 11:28 WIB
Dendi Ramdhani,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Dengan jumlah pengikut 13,1 juta di Instagram, 4,3 juta di Twitter dan 3,4 juta di Facebook (Sabtu 31 Oktober 2020) membuat Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjadi pejabat publik di Indonesia dengan pengikut sosial media (sosmed) terbanyak setelah Presiden Joko Widodo.

Gaya serius namun santai yang ia bawa dalam mengelola sosial media membuatnya banyak menarik perhatian masyarakat.

Apalagi, ia memimpin daerah dengan populasi seperempat jumlah penduduk Indonesia.

Konten sosial medianya kerap ia penuhi dengan berbagai kegiatan dinasnya dan sesekali melempar lelucon lucu agar tak terkesan kaku.

Baca juga: Melihat Lebih Dekat Emil Dardak Menggunakan Media Sosial...

Pria yang karib disapa Emil itu mulai aktif berselancar di media sosial pada tahun 2009 lalu.

Ia mengaku, kontrol sosial medianya dibagi dua pengelolaan. Untuk akun Facebook dan Twitter dipegang oleh admin, sementara akun Instagram dipegang sendiri oleh suami dari Atalia Praratya itu.

"Secara interaksi saya lebih suka Instagram. Yang saya pegang sendiri hanya Instagram. Kalau Twitter ada admin yang kalau mau posting harus nunggu persetujuan saya, FB juga ada admin," kata Emil, saat diwawancarai Kompas.com, di Gedung Pakuan, Kota Bandung, beberapa waktu lalu.

Emil menilai, Instagram lebih menarik lantaran relatif kondusif dan segementasinya kalangan milenial.

Sementara Facebook dan Twitter saat ini, kata Emil, lebih cenderung diwarnai konten politik.

Hampir tiap hari dirinya selalu menyempatkan mengunggah sesuatu. Dari mulai soal program hingga sekadar guyon.

Karena, sosial media diibaratkan sebagai koran yang punya pembaca setia.

 "Iya, tiap hari harus update karena bagi saya medsos itu seperti koran. Orang berlangganan koran untuk menjadi follower. Tapi, saya membatasi sehari tiga postingan. Itu ukuran menurut saya orang cukup lah mengonsumsi tiga informasi tentang saya dalam sehari.

Dan cara saya mengatur medsos, 70 persen kedinasan, 30 persen hal yang sifatnya pribadi," tutur ayah dari Emmiril Khan Mumtadz dan Camillia Laetitia Azzahra itu.

Emil mengakui, pertumbuhan jumlah pengikutnya di media sosial diiringi sepak terjangnya di dunia politik.

Pengamatannya, pertumbuhan pengikut di Instagram bertambah satu juta dalam rentang waktu 2-3 bulan.

Kenaikan signifikan mulai terjadi sejak ia menjabat sebagai Gubernur Jabar.

Bagi Emil, sosial media bukan hanya wahana berinteraksi virtual. Namun, juga sebagai alat untuk mempromosikan program hingga sarana klarifikasi.

Baca juga: Gaya Bermedia Sosial Ganjar Pranowo: Sosialisasi Kebijakan hingga Menerima Kritik Nyinyir

Lewat media sosial, ia bisa menjelaskan kegiatannya sebagai pejabat publik, hingga mengklarifikasi berita bohong atau misinformasi.

"Bayangkan pejabat publik tak punya sosmed, pada saat terjadi hoaks dan fitnah dia termakan dulu oleh hoaks dulu dan menggunakan media mainstream untuk mengklarifikasi," ujar dia.

Memahami masyarakat

Media sosial, ia nilai sebagai indikator mengukur mood warga dan sarana menangkap persoalan di masyarakat.

Namun, aktif di media sosial membuat dirinya lebih mudah menjadi sasaran komplain. Sekalipun persoalan itu bukan menjadi tanggung jawabnya.

Kolom komentar media sosialnya kerap dibanjir keluhan warga, khususnya di Instagram.

Ia pun mengaku selalu membaca setidaknya 100 komentar teratas yang masuk di Instagramnya.

 Ia menangkap, 70 persen komentar masuk merupakan keluhan atas persoalan hidup pribadi.

Ia sempat memperlihatkan, banyaknya keluhan masuk yang ia disposisikan untuk diselesaikan oleh ajudannya, meskipun bukan kewenangannya sebagai gubernur.

"Sosmed itu salah satu indikator membaca mood dan komplain warga. Jadi, tanpa banyak orang tahu, tanpa saya jawab saya forward komplain warga ke ajudan saya, minta tolong diberesin," ucap Emil.

"Ada urusan utang jatuh tempo, sekolah, warga tidur dikandang kambing. Saya kan enggak bisa nyeritain bahwa pemimpin itu hadir. Tapi, kan enggak perlu dilapor-lapor tiap kasusnya. Tapi anda hari ini jadi saksi. Media monitoring hari ini, saya ini empat kali lipat menjadi referensi dibandingkan Humas Jabar. Kalau ini akun pribadi mati, informasi Jabar itu tidak interaktif," cerita Emil.

Target kritik

Gubernur Jawa Barat Ridwan KamilKOMPAS.com/DENDI RAMDHANI Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil

Tak hanya keluhan, ia pun selalu jadi target kritikan warganet. Ia tak mempersoalkan segala bentuk kritikan selama didasarkan pada fakta dan disampaikan dengan cara baik.

Ia juga memperlihatkan beberapa kritikan di Instagram yang sengaja ia jawab.

Baca juga: Perkuat Keterbukaan Informasi Publik, Pemprov Babel Manfaatkan Media Sosial

"Kalau boleh monitor, saya ini pejabat yang rajin jawab. Karena saya melatih demokrasi dialogis. Bagi saya, ini proses adaptasi pejabat harus dialogis juga dalam medsos. Kepada kritikan saya balas juga. Tapi, saat ini orang sulit membedakan kritikan dengan makian. Kalau kritikannya makian bahasanya kasar, saya tidak respons. Kalau sopan, substansinya ada, biasanya saya jawab," kata dia.

Kesimpulannya, kata Emil, masyarakat akan komplain atau mengkritik kepada sosok representasi pemerintah yang mudah diakses.

Menjawab kritik atau keluhan, setidaknya bisa menjadi sikap kecil jika pemerintah hadir di tengah masyarakat.

Aktif di media sosial tak membuatnya kehilangan waktu dan fokus untuk bekerja. Dalam satu unggahan, ia hanya perlu waktu sekitar lima menit.

Memantau sosial media biasanya ia lakukan di waktu senggang, dalam perjalanan atau jam istirahat.

"Orang mengasumsikan main medsos buang waktu, buat saya enggak. Posting paling 3-5 menit, tiga kali sehari paling saya spend 15 menit. Apakah dengan rajin posting kinerja saya turun? Kan enggak. Dari ukuran keberhasilan, intensistas kedinasan, jadwal. Jadi kalau ada orang menganggap main medsos jadi tidak kerja, itu orang dengan mindset jadul," kata dia.

Ia memastikan, mayoritas konten yang ia unggah bersifat natural. Artinya, jarang sekali ia melibatkan pakar untuk mengkaji terlebih dahulu tiap unggahannya.

"Kadang saya suka edit-edit. Enggak boleh salah di mata netizen mah, netizen itu galak. Jadi filter pribadi saja berdasar pengalaman," ucap dia.

Bagi Emil, sosial media adalah senjata. Bisa menjual beragam programnya secara efektif, bisa pula menjadi pelarian dikala penat dengan padatnya rutinitas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com