Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ingin Hidup Mandiri, Puluhan Mantan ODGJ Bercocok Tanam hingga Membatik

Kompas.com - 27/10/2020, 23:09 WIB
Dani Julius Zebua,
Khairina

Tim Redaksi

Tidak hanya Sumanto dan Muryani. Sebanyak 20 mantan penderita gangguan jiwa yang telah sembuh terus berupaya mengembangkan diri di Kulur. Masing-masing memang  punya kisah pilu di masa lalu saat sebelum mendapat penanganan medis.

Itu masa lalu. 

“Sebenarnya ada 34 orang, tetapi yang aktif baru 20,” kata Koordinator Kader Kesehatan Jiwa Kulur, Sri Purwanti, Minggu (25/10/2020).

Baca juga: Kisah 4 Bocah Gizi Buruk dan Kuper, Hidup Terasing dengan Ibu ODGJ dan Ayah Pemarah

Awalnya, ada keprihatinan bahwa penderita ODGJ Kulur tertinggi di Kapanewon Temon. Sedikitnya ada 60 penderita.

Lebih dari separuh penderita telah mengalami kesembuhan setelah melalui perawatan panjang. Kebanyakan usia produktif.

Mereka mengharap bisa hidup bermasyarakat seperti warga kebanyakan. Bisa mandiri mengurus diri sendiri hingga punya pendapatan sendiri.

Itu semua menjadi modal di tengah penerimaan sosial dan kemungkinan kekambuhan pada mantan penderita.

Pemdes bekerja sama dengan sebuah yayasan meningkatkan keterampilan mantan penderita sejak beberapa tahun lalu. Langkah ini juga sebagai upaya menjaga mantan penderita agar tetap stabil kejiwaannya.

Mereka mengembangkan berbagai pelatihan, sebelumnya juga pernah menggelar berlatih batik.

“Ini hasilnya,” kata Sumanto menunjuk taplak meja di rumahnya.

Kemudian, pelatihan berlanjut pada bercocok tanam. Mereka membuka 300 meter persegi lahan di belakang kantor Kalurahan Kulur, pedukuhan Kebondalem.

“Waktu itu kita mengawali dengan ramai-ramai mencangkul,” kata Sri.

Tidak hanya bercocok tanam, beberapa mantan penderita itu ada pula yang mendapatkan kambing hingga ayam untuk dipelihara dan dikembangbiakkan.

Tak sendiri, Sri Purwanti juga mengkordinir tiga relawan lain, yang kebetulan semuanya perempuan.

“Program ini bagian dari upaya sosialisasi. (Hasilnya) bisa untuk kebutuhan sehari dan suatu hari bisa dipasarkan,” kata Suparni, salah satu relawan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com