Salin Artikel

Ingin Hidup Mandiri, Puluhan Mantan ODGJ Bercocok Tanam hingga Membatik

KULON PROGO, KOMPAS.com - Banyak orang bisa sembuh dari gangguan jiwa. Selanjutnya mereka mesti kembali ke kehidupan normal masyarakat.

Seperti Sumanto (47 tahun) dan Muryani (34) asal Kalurahan (desa) Kulur, Kapanewon (kecamatan) Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Keduanya memanfaatkan hari-harinya untuk mengembangkan kemampuan setelah lama sembuh dari RSJ Ghrasia.

Sumanto buruh harian lepas. Muryani cuma seorang ibu rumah tangga. Mereka terikat jadwal mendatangi sepetak kebun seluas 300 meter persegi di belakang kantor Kalurahan Kulur pada pedukuhan Kebundalem.

Di sana, Sumanto dan Muryani datang untuk tugas yang hampir sama dengan Muryani. Masing-masing ada yang bertugas menanam bibit yang sudah tersedia, membersihkan gulma, atau mencangkul, atau cuma menyiram tanaman.

“Senang. (Harapannya hasil kebun nanti) nganggo masak karo di dol (untuk masak dan dijual),” kata Sumanto di rumahnya.

Sumanto tidak malu-malu menceritakan dirinya sudah sehat. Walau sehat, ia mengaku masih rutin mengonsumsi obat yang membuat dirinya lebih tenang.

Dengan demikian, ia bisa melakukan aktivitas normal seperti masyarakat kebanyakan.

Di antaranya pula, ia mengisi waktu hari-hari untuk memelihara kambing di belakang rumahnya di Pedukuhan Setro dan menanam sayur di pekarangan.

“(Dan) ada terong dan kacang benguk di depan rumah,” kata Sumanto dalam bahasa Jawa.

Sambil membuka kebun di rumah, ia juga ikut terlibat dalam pelatihan menanam sayur di kebun kalurahan. Dengan menanam itu, maka ia berharap suatu hari bisa ikut memanfaatkan untuk kehidupan keluarga.

Muryani juga menceritakan bagaimana ia bisa menjalani kehidupan normal selepas keluar dari Ghrasia. Kini, ia berharap bisa mengembangkan bakat minatnya lebih dari yang dimiliki.

Muryani juga ikut bertani di ladang percobaan kalurahan. Secara berkala, Muryani datang untuk menyiram tanaman dan ikut memeliharanya.

“Tapi kalau boleh memilih, saya ingin bisa (sampai) membatik (tidak hanya bertani),” kata Muryani.

Ladang percobaan

Tidak hanya Sumanto dan Muryani. Sebanyak 20 mantan penderita gangguan jiwa yang telah sembuh terus berupaya mengembangkan diri di Kulur. Masing-masing memang  punya kisah pilu di masa lalu saat sebelum mendapat penanganan medis.

Itu masa lalu. 

“Sebenarnya ada 34 orang, tetapi yang aktif baru 20,” kata Koordinator Kader Kesehatan Jiwa Kulur, Sri Purwanti, Minggu (25/10/2020).

Awalnya, ada keprihatinan bahwa penderita ODGJ Kulur tertinggi di Kapanewon Temon. Sedikitnya ada 60 penderita.

Lebih dari separuh penderita telah mengalami kesembuhan setelah melalui perawatan panjang. Kebanyakan usia produktif.

Mereka mengharap bisa hidup bermasyarakat seperti warga kebanyakan. Bisa mandiri mengurus diri sendiri hingga punya pendapatan sendiri.

Itu semua menjadi modal di tengah penerimaan sosial dan kemungkinan kekambuhan pada mantan penderita.

Pemdes bekerja sama dengan sebuah yayasan meningkatkan keterampilan mantan penderita sejak beberapa tahun lalu. Langkah ini juga sebagai upaya menjaga mantan penderita agar tetap stabil kejiwaannya.

Mereka mengembangkan berbagai pelatihan, sebelumnya juga pernah menggelar berlatih batik.

“Ini hasilnya,” kata Sumanto menunjuk taplak meja di rumahnya.

Kemudian, pelatihan berlanjut pada bercocok tanam. Mereka membuka 300 meter persegi lahan di belakang kantor Kalurahan Kulur, pedukuhan Kebondalem.

“Waktu itu kita mengawali dengan ramai-ramai mencangkul,” kata Sri.

Tidak hanya bercocok tanam, beberapa mantan penderita itu ada pula yang mendapatkan kambing hingga ayam untuk dipelihara dan dikembangbiakkan.

Tak sendiri, Sri Purwanti juga mengkordinir tiga relawan lain, yang kebetulan semuanya perempuan.

“Program ini bagian dari upaya sosialisasi. (Hasilnya) bisa untuk kebutuhan sehari dan suatu hari bisa dipasarkan,” kata Suparni, salah satu relawan.

Suparmi, relawan yang lainnya lagi, menyatakan bahwa ini menjadi program peningkatan ekonomi mantan penderita. Lewat kesibukan yang menghasilkan uang maka peluang besar tidak mudah kambuh.

Tidak mudah, kata Suparmi. Mereka mendorong secara ketat agar program ini berhasil.

“Kami masih sering menjemput untuk pelatihan ini, seperti ketika ingin menyiram tanaman ya kami jemput,” kata Suparmi.

Mereka yang pernah mengalami gangguan psikososial seperti ini mesti terus mendapat uluran tangan agar bisa juga berkembang di tengah masyarakat.

Dengan demikian, mereka punya kesempatan untuk hidup mandiri meski di tengah peluang kekambuhan yang bisa saja terjadi.

https://regional.kompas.com/read/2020/10/27/23092491/ingin-hidup-mandiri-puluhan-mantan-odgj-bercocok-tanam-hingga-membatik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke