Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Saya Awal ke Sini Tidak Betah, Hidup di Atas Air, Setahun Belum Tentu Lihat Daratan"

Kompas.com - 08/10/2020, 13:52 WIB
Pythag Kurniati

Editor

KOMPAS.com- Mengajar di desa terpencil bukanlah hal yang mudah.

Lebih-lebih di sebuah tempat yang dikenal sebagai desa tanpa daratan.

Itulah yang dialami oleh seorang tenaga pendidik, Hery Cahyadi.

Sempat hampir menyerah, Hery saat ini berhasil melalui jalan berliku dan jatuh cinta dengan pekerjaannya.

Bahkan kini ia diangkat menjadi Plt Kepala SDN 011 Muara Wis, Desa Muara Enggelam.

Baca juga: Kisah Guru yang Mengajar di Desa Tanpa Daratan, Pernah 9 Bulan Tak Digaji

Awalnya tak betah

Ilustrasi laut, samudra Ilustrasi laut, samudra
Hery masih ingat betul, ia pertama kali masuk ke Desa Muara Enggelam.sejak 23 tahun lalu.

Desa yang terletak di Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur ini memang kerap disebut sebagai desa tanpa daratan.

Letaknya berada di pesisir Danau Melintang.

Seperti sebutannya, desa ini memang benar-benar tak punya daratan.

Rumah-rumah warga kebanyakan berbentuk rumah panggung dan dibangun di atas danau.

Untuk segala aktivitas, masyarakat menggunakan alat transportasi berupa perahu kecil.

Bahkan kegiatan seperti berolahraga pun dilakukan di gedung yang berdiri di atas danau.

Kondisi ini membuat Hery sempat merasa tak tahan.

"Saya awal ke sini tidak betah, tidak ada daratan. Mau ke sana kemari naik perahu. Satu tahun belum tentu lihat daratan. Hidup di atas air," kata dia, Rabu (6/10/2020).

Baca juga: Kisah Guru Honorer di Daerah Terpencil, Jalan 10 Km Lewat Jembatan Bambu Demi Mengajar

 

Ilustrasi uangKOMPAS.com/NURWAHIDAH Ilustrasi uang
Hanya menerima gaji ratusan ribu

Dalam segala kesulitan yang dihadapinya, Hery mencoba bertahan.

Bahkan setelah satu tahun berjalan, Hery justru bertemu jodoh di desa tanpa daratan tersebut.

"Awal datang tidak betah. Tapi coba bertahan saja. Setelah satu tahun ternyata dapat istri orang sini," ujar dia.

Hery sempat dipindahtugaskan satu tahun ke Desa Sebemban, Kecamatan Muara. Desa itu tidak dialiri listrik.

Meski harus menanggung kebutuhan keluarga, gaji Hery saat itu hanya Rp 200.000.

Setahun kemudian, Hery kembali bertugas ke desa tanpa daratan.

Dua tahun bekerja gajinya naik Rp 325.000. Kemudian, 4 tahun berselang gajinya menjadi Rp 480.000.

Namun ia pernah tak menerima gaji selama 9 bulan hingga hampir menyerah.

“Tapi di tahun itu juga gaji mulai mandek. Kadang tidak gajian 7 bulan. Bahkan pernah sampai 9 bulan tidak gajian. Saya mau menyerah jadi guru,” kenang Hery.

Baca juga: Kisah Guru Honorer yang Rela Gaji Minus untuk Berdayakan Lansia

Puluhan tahun mengabdi, diangkat menjadi Plt Kepala SD

Ilustrasi.TOTO SIHONO Ilustrasi.
Lagi-lagi, di tengah keterpurukan dan cobaannya, Hery mencoba bertahan.

Nuraninya teguh untuk tetap menjadi seorang pendidik, meski harus melewati banyak tantangan.

Ia ikhlas mengabdikan diri menjadi guru di tempat terpencil sekalipun banyak pengajar lainnya yang meminta pindah.

Kesabaran dan perjuangan Hery berbuah manis.

Tahun 2009, Hery dinyatakan lulus CPNS. Beberapa tahun kemudian, ia diangkat menjadi Plt Kepala SDN 011 Muara Wis, Desa Enggelam.

Sumber: Kompas.com (Penulis : Kontributor Samarinda, Zakarias Demon Daton | Editor : Dony Aprian)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com