Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Hutan Pohon Merah Pelawan, Penghasil Madu Penjaga Imunitas

Kompas.com - 12/09/2020, 16:45 WIB
Heru Dahnur ,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

BANGKA TENGAH, KOMPAS.com- Hutan pohon pelawan merupakan salah satu kekayaan hayati yang ada di Kepulauan Bangka Belitung.

Pohon dengan batang berwarna merah ini tidak hanya jadi obyek wisata dan penelitian, tapi juga sumber makanan bagi kawanan lebah madu.

Salah satu pusat pelestarian pohon pelawan berada di Kecamatan Namang, Bangka Tengah.

Kawasan hutan ini berjarak lebih kurang 30 kilometer dari Bandara Depati Amir, Pangkalpinang.

Baca juga: Layangan Picu Pemadaman Listrik Belasan Kali di Bangka Belitung

Memasuki kawasan hutan, pengunjung akan merasakan atmosfer alam yang masih alami.

Ada suara kicauan burung terdengar merdu bersahut-sahutan dengan suara monyet yang sedang melompat dari pohon ke pohon.

Sebuah jalan setapak dibangun khusus untuk memudahkan pengunjung mengeksplorasi hutan Namang.

Selain itu ada jembatan kayu yang cukup panjang untuk melintasi bagian hutan yang masih berupa rawa.

Air dari rawa tersebut membiaskan warna merah mencolok. Ini disebabkan banyaknya pohon pelawan yang tumbuh di kawasan rawa tersebut.

Baca juga: Pilkada Bangka Tengah, Petahana Bupati Gandeng Kakak Gubernur Babel

Di sela-sela pohon bernama latin Tristaniopsis merguensis itu, kerap juga ditemukan jamur pelawan.

Masyarakat meyakini jamur merah seperti warna pohon pelawan tersebut, hanya muncul saat hujan lebat disertai petir.

Jamur ini pun saat musimnya, menjadi komoditas yang diburu di hutan pelawan.

Ketua Dekranasda Kepulauan Bangka Belitung, Melati Erzaldi mengatakan, hutan pelawan Namang telah diakui secara nasional melalui penghargaan Kalpataru.

"Kawasan ini bagian dari pemberdayaan lokal, bagaimana satu desa, obyek wisata, produk atau komunitas menjadi lebih berkembang," ujar Melati saat kunjungan ke hutan pelawan, Jumat (11/9/2020).

Saat ini produk turunan yang dihasilkan masyarakat berupa madu hutan pelawan. Madu tersebut terkenal dengan rasanya yang pahit.

Baca juga: Pulihkan Imunitas, Wali Kota Singkawang Tjhai Chui Mie Konsumsi Madu, Pisang, dan Telur Rebus

Madu hutan pelawan diyakini ampuh meningkatkan imunitas serta menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Namun untuk mendapatkan madu hutan pelawan bukan perkara gampang.

Madu ini hanya bisa dihasilkan kawanan lebah yang membuat sarang di hutan pelawan. Untuk masa panen pun harus menunggu selesainya musim bunga dari pohon pelawan.

Konon rasa pahit pada madu, hanya bisa terjadi jika lebah mengonsumsi sari bunga dari pohon pelawan.

Akademisi Universitas Padjajaran, Dwi Purnomo, menyebutkan selain madu dan wisata hutan, kawasan ini masih menyimpan banyak potensi industri kreatif.

"Memang harus ada penelitian kawasan ini, agar ditemukan potensi-potensi. Seperti kualitas kayu, tanah, dan sebagainya untuk upgrading kawasan ini," ungkapnya.

Baca juga: Bioskop Akan Dibuka, Gubernur Kalbar: Camilannya Madu, Jus Alpukat, Telur Rebus

Saat ini selain madu pelawan, masyarakat juga mengembangkan madu kelulut yakni peternakan madu menggunakan kotak kayu dengan masa panen bisa dilakukan setiap bulannya.

 

Madu kelulut rasanya manis. Pengunjung bisa mencicipi langsung madu ini dari kotak sarang lebahnya.

Aroma madu kelulut biasanya dipengaruhi jenis bunga yang mekar ketika itu. Misalnya saat musim durian, maka aroma durian akan sedikit terasa pada madu kelulut. 

Baca juga: Sapi Kurban dari Jokowi untuk Jambi Dinamai Gambreng, Rutin Makan Telur Campur Madu

Kawasan hutan pelawan di Namang perlu dilestarikan karena menjadi benteng ekosistem yang masih alami di Kepulauan Bangka Belitung.

Pada daerah lain, pohon pelawan banyak ditebang karena diganti dengan perkebunan sawit dan tambak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com