Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terbatas hingga Makan Cuma Pakai Keripik, Siti Lulus Cum Laude dan Raih Beasiswa S2

Kompas.com - 04/09/2020, 10:57 WIB
Reni Susanti,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi


BANDUNG, KOMPAS.com – Suara tawa terdengar di ujung ponsel saat mengungkapkan kebahagiaannya lulus S1 dari Pendidikan Matematika Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung.

Suara itu berasal dari Siti Rodiah, perempuan yang kini berusia 22 tahun.

Ia lulus cum laude dengan IPK 3,75. Ia pun langsung mendapat beasiswa S2 Manajemen Pendidikan Islam di UIN Bandung dan laptop untuk membantunya menuntaskan studi.

Baca juga: Belajar di Internet, Pemuda Karawang Sukses Jual Briket Tempurung Kelapa hingga Eropa dan Timur Tengah

“Alhamdulillah lulus, kayak mimpi,” ujar Siti saat dihubungi Kompas.com, Kamis (3/9/2020) sore.

Buat Siti, jangankan mendapat beasiswa S2, bisa kuliah dan lulus pun bagaikan mimpi.

Sebab, perjuangannya selama kuliah sangat berat. Bahkan keringat dan air mata adalah hal yang biasa.

Siti menceritakan, Ayahnya, Okib (65) merupakan buruh tani.

Penghasilannya terbilang pas-pasan. Untuk membantu dapur tetap ngebul, Ibunya, Cucu membuat gorengan yang dijajakan dengan berkeliling.

Penghasilan kedua orangtua hanya cukup buat makan sehari-hari.

Baca juga: Masker Kain Jumputan Palembang, Strategi Saat Pandemi hingga Digandrungi Artis

Kebutuhan sekolah Siti sejak SMA harus dibantu sang kakak yang bekerja sebagai tukang pangkas rambut di Bekasi.

Begitupun di awal kuliah. Biaya kuliah (UKT) masih ditanggung sang kakak. Untuk biaya tugas dan lainnya, Siti terpaksa memutar otak.

“Saya mulai mencari kerja, apapun yang bisa menambah pemasukan untuk membayar uang kuliah atau makan sehari hari," tutur Siti.

 

Berupaya mandiri

Sepulang kuliah pada sore atau malam hari, Siti biasanya mengajar perorangan atau private. Terkadang, Siti membantu di tempat fotocopy hingga menjadi staf tata usaha.

Semua kegiatan Siti membuatnya tak memiliki waktu untuk nongkrong bersama teman-temannya. Ia pun tak mengikuti organisasi atau kegiatan apapun.

Suatu hari, teman di kelas mendekatinya. Ia bertanya kenapa Siti tidak pernah bergabung bersama yang lain sepulang kuliah.

Saat Siti menceritakan kondisinya, sang teman ini mengenalkan Siti pada pemilik Rumah Makan Sukahati. Di sana Siti bekerja setiap liburan panjang.

“Jadi enggak pernah libur juga. Saya kalau libur ya bekerja di Sukahati. Buat saya, ibu (pemilik Sukahati) sudah kayak emak saya di Bandung,” tutur dia.

Siti biasanya mulai bekerja sehabis Subuh.

Ia beres-beres dapur. Kemudian, sekitar jam 07.00 atau 08.00, ia menjadi pelayan di Sukahati hingga pukul 14.00 WIB.

Jika kebagian shift malam, maka Siti akan bekerja dari jam 14.00-22.00, tentunya setelah memastikan dapur bersih.

Upah dari pekerjaannya ini bisa digunakan untuk biaya kuliah dan uang jajan. Dari situlah Siti tidak meminta UKT kepada sang kakak. Walaupun kakaknya tetap tidak menikah sebelum dirinya lulus.

“Kakak bilang enggak akan menikah sebelum saya lulus. Dan benar, kakak baru menikah setelah saya lulus,” kata Siti.

 

 

Cuma makan pakai keripik

Untuk menghemat uang, Siti tidak pernah jajan. Sebulan sekali setelah kembali dari Garut, ia akan membawa dus besar berisi makanan.

Mulai dari beras, keripik singkong, dan terkadang ada kentang. Makanan inilah yang menemani Siti selama kuliah.

“Enggak pernah jajan. Makanan dari Garut harus cukup untuk sebulan. Jadi selama kuliah, saya makan sama keripik dari kampung. Kalau ada kentang, saya buat balado kentang,” tutur dia.

Uang yang ia dapatkan dari hasil kerja kerasnya ia simpan untuk membayar kosan sebesar Rp 500.000 per bulan. Kemudian, digunakan untuk biaya fotocopy tugas kuliah.

Kini, setelah menyandang gelar sarjana, ia masih tidak percaya.

Apalagi dalam waktu dekat, perempuan yang bercita-cita menjadi dosen ini akan mulai kuliah S2-nya.

“Beasiswanya untuk biaya kuliah saja. Untuk biaya sehari-hari sekarang saya mengajar di SMPN 54 Bandung,” tutur dia.

Ketika ditanya kenapa Siti tidak mencari beasiswa saat S1, Siti mengungkapkan bahwa berbagai cara sudah ditempuh.

Namun, ia merasa belum rezekinya mendapat beasiswa saat S1.

“Waktu SMA sudah dapat Bidikmisi. Tapi karena UIN di bawah Depag, jadinya harus seleksi lagi dan saya sudah gagal di tahap pemberkasan,” kata Siti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com