Dampak saat pandemi
Ketekunan Adi rupanya kepada berkontribusi ke perekonomian warga sekitar. Ia mempekerjakan 36 pemuda dan puluhan ibu-ibu untuk membuat dan mengemas briket.
Adi menyebut, pandemi Covid-19 tak membuat permintaan briket di pasar internasional menurun. Permintaan justru bertambah seiring imbauan tinggal di rumah selama pandemi.
Hanya saja, kendalanya kekurangan bahan baku. Setelah pandemi, komoditas kelapa lebih banyak diekspor mentah, tanpa diolah.
Akibatnya, batok kelapa sebagai bahan baku briket langka.
"Bahan susah, paling ada 1 sampai 10 ton," ujar Adi.
Adi pun berharap pemerintah lebih jeli soal kebijakan ekspor bahan mentah, khususnya kelapa bulat.
Sebab, sejumlah negara seperti China, Malaysia dan Vietnam mulai membeli banyak bahan baku kelapa.
Padahal, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia.
Namun, akhir-akhir ini berhembus isu soal kelangkaan kelapa karena diserbu eksportir.
Menurut Adi, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) lokal yang memproduksi produk turunan kelapa seperti briket sempat kesulitan bahan baku.
Akibat kelangkaan itu, harga arang tempurung kelapa pun naik menjadi Rp 7.000 per kilogram. Padahal, beberapa bulan lalu harganya Rp 6.000 per kilogram. Akibatnya, produksi briket pun menurun.
"Kalau normal seminggu bisa 20 ton briket, sekarang 10 ton," ucap Adi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.