Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Bulan Tak Bekerja, Ratusan Pedangdut di Kudus Demo Sambil Berjoget

Kompas.com - 31/08/2020, 19:39 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

KUDUS, KOMPAS.com - Sama sekali tidak mengantongi penghasilan selama pandemi Covid-19, ratusan pekerja seni dangdut menggelar aksi unjuk rasa di Alun-alun Simpang Tujuh, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Senin (31/8/2020).

Sambil bernyanyi dan berjoget, mereka yang mengenakan masker berorasi meminta solusi terbaik dari pemerintah akibat dilarang manggung.

Para demonstran menilai selama ini pemerintah tutup mata dengan nasib mereka yang mati penghasilan karena tak bisa mencari nafkah.

"Barang-barang berharga sudah habis kami jual untuk menyambung hidup," kata Mardi, salah satu anggota Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia (PAMMI) Kudus, Senin.

Baca juga: Putri Pedangdut Arafiq Maju Pilkada Kabupaten Pekalongan, Optimistis Menang

Para pekerja seni dangdut pun cukup memahami adanya pandemi Covid-19, mereka pun sudah berupaya banting setir mencari penghasilan lain.

Hanya saja, hal itu tak semudah yang dibayangkan. Terlebih lagi para pekerja seni dangdut tidak menerima bantuan dari pemerintah.

"Tolong perhatikan nasib kami. Kami juga punya anak serta keluarga dan kami juga butuh hidup yang layak. Apalagi selama corona cari pekerjaan lain susah," sambung Indah, biduan dangdut di Kudus.

Indah sendiri sudah beralih profesi menjadi sales promotion girl (SPG) untuk tetap bisa menyambung hidup.

Baca juga: Kala Klinik Khitan Terdampak Pandemi, Dulu Punya Ratusan Tamu, Kini Tak Ada yang Datang

Meski demikian, sambung dia, uang yang didapat dirasa masih kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup anak-anaknya, termasuk membayar cicilan leasing dan bank.

"Pusing banyak cicilan dan harus menanggung biaya hidup anak-anak. Bagi saya menjadi biduan dangdut lebih menjanjikan dan senang melakoninya karena sudah menjiwa. Sekali pentas saya dibayar Rp 350.000 belum sawerannya," tutur Indah.

 

Sementara itu biduan dangdut Kudus lainnya, Ana Maria (30), mengaku berangkat berunjuk rasa berbarengan dengan 50 orang biduan dari Kecamatan Gebog.

Ana berujar, selama lima bulan ini mereka sudah tak memiliki penghasilan. Mereka juga kesulitan mencari pekerjaan lain.

"Kami rindu sila kelima pancasila. Kami juga pekerja, tapi bedanya kami kelaparan dan mereka dapat tunjangan. Kami minta Plt Bupati Kudus, HM Hartopo bisa segera memperbolehkan aktivitas bernyanyi di Kudus," tegas Ana.

Baca juga: Pemuda Dibunuh Saat Pulang Nonton Orkes Dangdut, Polisi: Pelaku Balas Dendam

Plt Bupati Kudus, HM Hartopo pun akhirnya menemui ratusan seniman dangdut tersebut. 

Dia berjanji akan segera membahas apa yang menjadi permasalahan pekerja seni dangdut dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).

Prinsipnya ada toleransi untuk konser dangdut, tapi yang pasti dalam pelaksanaannya nanti harus memperhatikan protokol kesehatan secara ketat.

Hal tersebut merujuk Peraturan Bupati (Perbup) Kudus nomor 41/2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan, sudah diperbolehkan untuk menggelar acara hiburan dengan catatan mematuhi protokol kesehatan dan penyelenggara pentas seni harus mengantongi izin dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19.    

"Penyelenggara pentas harus mengantongi izin dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19," terangnya.

Protokol kesehatan yang dimaksud di antaranya menyediakan sarana dan prasarana cuci tangan, memakai pelindung wajah, serta ada pihak satuan tugas yang menjaga di pintu masuk untuk menertibkan pengunjung tidak bermasker.

Baca juga: Nyanyi di Acara Khitanan, Raja Dangdut Rhoma Irama Akan Diperiksa Polisi, Ini Faktanya

Selain itu, pengelola acara hiburan juga harus menyediakan pintu masuk dan pintu keluar tersendiri supaya tidak ada kontak antara pengunjung yang masuk dan keluar.

Sementara kesenian di lapangan terbuka, panitia harus memberi pembatas supaya yang masuk hanya mereka yang diundang.

"Jika melanggar tentunya dibubarkan. Bekerja dengan ikuti protokol kesehatan. Pembatasan jumlah penonton dan sebagainya," kata Hartopo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com