SEMARANG, KOMPAS.com - Sidang kasus dugaan pelanggaran hak cipta terkait penggunaan potret berwajah Nyonya Meneer digelar di Pengadilan Niaga Semarang, Selasa (11/8/2020).
Adapun selaku penggugat merupakan ahli waris Nyonya Meneer, Charles Saerang dan sebagai tergugat PT Bhumi Empon Mustiko (BEM), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual.
Pada sidang tersebut, pihak penggugat menghadirkan saksi ahli yakni dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Suyud Margono.
Baca juga: Langgar Hak Cipta Foto, Ahli Waris Nyonya Meneer Gugat ke Pengadilan
Kasus tersebut bermula dari pihak PT Bumi Empon Mustika menggunakan potret berwajah Lauw Ping Nio atau dikenal dengan Nyonya Meneer dalam sebuah kemasan produk minyak telon yang dipasarkan.
Lauw Ping Nio sendiri merupakan eyang kandung Charles Saerang yang merupakan pendiri pabrik jamu Nyonya Meneer sejak tahun 1919.
Perusahaan tersebut diketahui telah membeli 72 merek dagang Nyonya Meneer setelah dinyatakan pailit pada 2017.
Tak menemui titik terang, akhirnya Charles Saerang membawanya ke ranah hukum.
Suyud mengatakan potret dan merek dagang merupakan dua hal berbeda yang itu sudah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.
"Jadi dijelaskan dalam aturan itu bahwa potret merupakan tampilan perwajahan yang objeknya berupa manusia. Sedangkan, merek adalah tanda grafis, berupa susunan angka atau huruf, warna, hologram, gambar 3 dimensi atau 2 dimensi," jelas Suyud usai persidangan.
Dalam hak cipta, kata dia, hukumnya lex spesialis. Maka, apabila digunakan harus memiliki izin dari pemilik aslinya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.