Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Nduga Papua, Korban Berjatuhan dan Demonstrasi Tuntut Keadilan...

Kompas.com - 31/07/2020, 09:01 WIB
Rachmawati

Editor

Apalagi, keduanya merupakan keluarga Sekretaris Daerah Nduga, Namia Gwijangge.

Baca juga: Kapolda Maluku Jenguk Anggota Brimob Korban Penembakan KKB di Nduga

Gelombang demonstrasi tuntut keadilan

Buntut dari insiden tersebut, ratusan warga Nduga menggelar aksi di pusat kota Kerom, pada Senin (27/07/2020) lalu, dalam gelombang aksi damai menuntut keadilan atas tewasnya dua warga Nduga dalam penembakan oleh pasukan TNI pada 18 Juli.

Ini untuk kesekian kalinya warga Nduga menjadi korban dari konflik antara pasukan TNI/Polri dan TNPPB-OPM.

Merujuk data Tim Kemanusiaan sedikitnya 241 warga Nduga tewas di tengah konflik bersenjata antara pasukan gabungan TNI/Polri dan kelompok pro-kemerdekaan di Nduga, menyusul insiden penembakan sejumlah pekerja pembangunan jalan Trans Papua yang diduga dilakukan oleh TPNPB-OPM pada akhir 2018 lalu.

Baca juga: Kapolda Maluku Jenguk Anggota Brimob Korban Penembakan KKB di Nduga

Masing-masing massa memegang foto para korban konflik. Keluarga Elias dan Selu turut hadir, dengan lumpur putih menutupi seluruh bagian tubuhnya.

Dalam budaya warga Nduga, ketika ada kerabat yang meninggal, mereka harus menanggalkan semua perhiasan dan tubuh mereka dilumuri lumpur putih sebagai tanda berkabung.

Keluarga korban menyerahkan peti mati berbentuk salib berhias foto-foto korban sebagai tanda atau simbol perdamaian yang diterima langsung otoritas Nduga.

Ketua DPRD Nduga Ikabus Gwijangge yang turut hadir dalam aksi damai itu mengatakan keluarga berharap agar kasus yang menimpa keluarga mereka diungkap.

"Harapan dari keluarga, mereka menuntut adanya investigasi independen untuk mengklarifikasi insiden tersebut," jelas Ikabus.

Baca juga: Anggota Brimob di Nduga Papua Ditembak KKB Saat Buang Sampah, Berlindung di Balik Mesin Molen

'Tidak ada penegakan hukum'

Dalam budaya warga Nduga, ketika ada kerabat yang meninggal, mereka harus menanggalkan semua perhiasan dan tubuh mereka dilumuri lumpur putih sebagai tanda berkabung.Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Dalam budaya warga Nduga, ketika ada kerabat yang meninggal, mereka harus menanggalkan semua perhiasan dan tubuh mereka dilumuri lumpur putih sebagai tanda berkabung.
Lebih jauh, Ikabus mempertanyakan tindakan pasukan TNI yang bukannya melakukan penegakan hukum, tapi langsung menembak kedua orang itu.

"Elias Karunggu dan Selu Karunggu kan sudah ditangkap. Kalau mereka merasa [keduanya sebagai] anak buah dari Egianus Kogoya, kenapa tidak diadili? Kenapa tidak tanya Egianus ada di mana. Langsung mereka tembak, tidak ada penegakan hukum," kata dia.

"Berarti penegakkan hukumnya dimana?" tanyanya kemudian.

Namun, Kapen Kogabwilhan III Kolonel Czi Gusti Nyoman Suriastawa beralasan pasukan TNI tidak ada pilihan lain karena pada saat itu salah satu dari mereka membawa senjata.

Baca juga: 4 Fakta Anggota Brimob Diserang KKB di Nduga, Saat Kegiatan Kebersihan hingga Diduga Pimpinan Egianus Kogaya

"Pertama, dia jelas-jelas KKSB, dia membawa senjata dan dia merampas tas perlengkapan TNI. Karena barang bukti ada semua."

"Dia bawa senjata, kita ke sana merapat mendekat dia, balik ditembak mati konyol namanya," jelas Nyoman.

Bagaimanapun, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan apa yang terjadi pada kedua warga Nduga tersebut sebagai "pembunuhan yang tidak sah".

"Ini adalah tindakan yang tak terukur, brutal dan merupakan pelanggaran hak hidup mereka dan tergolong dalam jenis pembunuhan yang tidak sah," ujar Usman.

Baca juga: Kronologi Anggota Brimob Ditembak KKB di Nduga, Papua

Dia mengatakan tindakan aparat menembak dua warga Papua tersebut "kembali menunjukkan negara bertindak represif di Papua".

"Kami percaya bahwa terdapat hubungan langsung dan kausalitas antara impunitas dan terus terjadinya penembakan yang menyebabkan pembunuhan di luar hukum," tegas Usman.

Merujuk laporan Amnesty International Indonesia bertajuk Sudah, Kasi Tinggal dia Mati!, sebanyak 68 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh pasukan keamanan di Papua antara Januari 2010 - Februari 2018 dengan 95 korban jiwa.

Dalam 34 kasus, para tersangka pelaku berasal dari kepolisian, sementara 23 kasus lain diduga dilakukan oleh militer. Sedangkan 11 kasus sisanya melibatkan kedua aparat keamanan tersebut.

Selain itu, satu kasus tambahan juga melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), lembaga di bawah pemerintah daerah yang ditugaskan untuk menegakan peraturan daerah. Sebagian besar korban, 85 dari mereka, merupakan warga etnis Papua.

Baca juga: Kemendagri Percayakan Mundurnya Wakil Bupati Nduga ke Gubernur Papua

'Korban terus berjatuhan'

Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, Organisasi Papua Merdeka (TPNB-OPM) menyebut banyaknya pengungsi dan korban yang berjatuhan adalah sebagai risiko dari perangJurnalis Warga Noken Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, Organisasi Papua Merdeka (TPNB-OPM) menyebut banyaknya pengungsi dan korban yang berjatuhan adalah sebagai risiko dari perang
Adapun merujuk data yang dihimpun Tim Kemanusiaan Nduga, hingga Desember tahun lalu, sedikitnya 241 orang warga sipil Nduga menjadi korban sejak dimulainya pengerahan pasukan TNI/Polri di Nduga pada 2 Desember 2018.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com