Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aksi Tolak Omnibus Law di Simpang Tiga Gejayan, Demonstran Terapkan Physical Distancing

Kompas.com - 16/07/2020, 17:21 WIB
Wijaya Kusuma,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Sejumlah orang yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak menggelar demonstrasi di Simpang Tiga Gejayan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk menolak pengesahan omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.

Di dalam aksinya pada Kamis (16/7/2020), massa dari Aliansi Rakyat Bergerak menerapkan protokol kesehatan dengan menjaga jarak.

Massa mulai berkumpul pada sekitar 14.30 WIB. Mereka datang dengan membawa berbagai spanduk dan poster.

"Kita bersama-sama berkumpul di sini bahwasanya masyarakat sangat resah dan mendesak adanya penolakan omnibus law Cipta Kerja. Ini menunjukan mengerikanya Omnibus Law itu sehingga masyarakat sehingga masyarakat tergerak," ujar Refo, Humas Aliansi Rakyat Bergerak, saat ditemui di Simpang Tiga Gejayan, Kamis (16/07/2020).

Baca juga: Demo Tolak Omnibus Law di Makassar, Massa Bentrok dengan Polisi

Demonstran terlihat duduk dan berdiri dengan menjaga jarak.

Bahkan masing-masing demonstran membuat lingkaran di aspal dengan kapur putih sebagai tanda tempat berdiri.

Mereka kemudian berdiri di tengah-tengah lingkaran tersebut tanpa berpindah tempat. Selain menjaga jarak, mereka juga mengenakan masker.

"Kita juga melakukan protokol kesehatan, bukan karena menerima anjuran pemerintah tetapi karena kita peduli dengan kesehatan kita," urainya.

Refo mengatakan, penolakan terhadap RUU Cipta Kerja digelar karena rancangan aturan itu akan merampas hak-hak dasar warga negara dari sisi ketenagakerjaan, lingkungan, keamanan dan pendidikan.

Baca juga: Mahasiswa di Banyumas Gelar Unjuk Rasa Tolak Pengesahan Omnibus Law

Salah satunya karena akan memperpanjang jam kerja dan lembur, lalu menyebabkan penetapan upah minimum menjadi rendah.

Selain itu, aturan itu berpotensi menyebabkan terjadinya pelanggaran hak pekerja untuk berserikat.

 

Tak hanya itu, RUU Cipta Kerja juga akan menghilangkan hak-hak pekerja perempuan untuk cuti haid, hamil dan keguguran.

"Omnibus Law ini ada pasal-pasal yang menyulitkan para pekerja, mudah direkrut, mudahkan PHK. Bukanya menyerap tenaga kerja, tetapi justru memperpanjang barisan pengangguran, bahkan PHK sudah terjadi," tegasnya.

RUU Cipta Kerja juga dianggap akan berdampak bagi pendidikan jika disahkan.

Baca juga: Keluarnya Buruh dari Tim Teknis Omnibus Law dan Ancaman Demo Besar

Sebab hanya akan melanggengkan penciptaan institusi pendidikan tinggi sebagai institusi neoliberal.

Pengaturan jenjang pendidikan dan perguruan tinggi sangat berorientasi pada pasar, sehingga mengabaikan pendidikan kritis dan akses pendidikan yang murah ke rakyat.

"Masalah pendidikan terjadi komersialisasi, lalu neoliberal pendidikan. Ini menunjukan pemerintah tidak membuat pemerintah menjadi kritis, bukan menjadi intelektual yang membangun bangsa tetapi hanya menyiapkan budak-budak korporasi," sebut Refo.

Kerugian lain yang bakal ditimbulkan jika RUU Cipta Kerja adalah dalam pengrusakan lingkungan.

Baca juga: Buruh Mundur dari Tim Teknis Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Ada Apa?

Aliansi Rakyat Bergerak, melihat RUU ini hanya akan mengakibatkan kerusakan alam dan hilangnya penghidupan masyarakat adat, pesisir kepulauan, serta semakin masifnya kriminalisasi petani.

 

Dalam aksi ini, Aliansi Rakyat Bergerak mengajukan Tujuh tuntutan, yakni

1. Gagalkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

2. Berikan jaminan kesehatan, ketersediaan pangan, pekerjaan, dan upah layak untuk rakyat terutama selama pandemi.

3. Gratiskan UKT/SPP Dua semester selama pandemi.

4. Cabut UU Minerba, batalkan RUU Pertanahan, dan tinjau ulang RUU KUHP.

Baca juga: Soal Revisi UU Pemilu, Din Syamsuddin Usul DPR Buat RUU Omnibus Law Politik

5. Segera sahkan RUU PKS.

6. Hentikan Dwi Fungsi Polri yang saat ini banyak menempati jabatan publik dan akan dilegalkan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

7. Menolak Otonomi khusus Papua dan berikan hak penentuan nasib sendiri dengan menarik seluruh komponen militer, mengusut tuntas pelanggaran HAM, dan buka ruang demokrasi seluas-luasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com