KOMPAS.com - Kompol Sutiono, Kepala Intelijen dan Keamanan Polresta Malang menjadi salah satu relawan yang memakamkan jenazah pasien Covid-19.
Selama pandemi Covid-19. ia telah memakamkan 57 jenazah termasuk pasien dalam pengawasan yang terkonfirmasi positif.
“Kalau saya sendiri (sudah memakamkan) 57 orang,” kata Sutiono saat diwawancara di Gedung DPRD Kota Malang pada Selasa (7/7/2020).
Sutiono bergabung menjadi relawan saat Kapolresta Malang Kombes Pol Leonardus Simarmata meminta beberapa angoota polisi menjadi relawan untuk memakamkan jenazah pasien Covid-19.
Baca juga: Kisah Perwira Polri Makamkan 57 Jenazah Pasien Covid-19, Sampai Tidur di Kuburan
Dilibatkannya anggota polisi untuk mencegah penolakan pemakaman jenazah Covid-19.
Ia bersama lima rekannya anggota polisi bekerjasama dengan relawan pemakaman dari Public Safety Center (PSC).
“Kalau (relawan) dari Polresta ada lima orang, enam orang dengan saya. Yang memakamkan saya dengan teman-teman PSC, yang mengggali (kuburan) dari Dinas Pertamanan,” kata dia.
Baca juga: Relawan Banjir Positif Corona di Bantaeng Punya Riwayat Penyakit Gondok
Ia mengakui beberapa kali menjelaskan tentang protokol pemulasaran jenazah kepada keluarga pasien yang belum memahami aturan.
“Menjelaskan kepada keluarga bahwa sesuai dengan (diagnosa) dokter, pasien ini menderita Covid-19, kadang-kadang mereka berdebat tapi kita yakinkan kalau ini virus yang menular,” katanya.
Baca juga: Cegah Covid-19, Relawan Gugus Tugas Sosialisasikan Protokol Kesehatan ke Pedagang Pasar
Tak sedikit ada juga keluarga yang meminta jenzah dibawa ke rumah duka lebih dahulu.
Biasanya Sutiono dan tim relawan mengizinkan namun dengan syarat peti jenazah tidak boleh dibuka.
“Kalau mereka minta mampir (jenazah di bawah ke rumahnya dulu), monggo tapi jangan dibuka. Kalau keluarga tidak mau di peti, kami siapkan kantong jenazah. Di mobil saya lengkap kantong jenazah itu. Jadi kantong jenazah untuk membawanya saja,” ungkapnya.
Baca juga: Cerita Relawan Pemulasaraan Jenazah, Rela Tak Dibayar dan Isolasi Mandiri di Tangki Air
Namun ia kemudian berkonsultasi dengan tim dokter untuk mendapatkan panduan menerapkan standar pemakaman yang ketat.
Salah satunya adalah bagian wajah harus tertutup rapat dan setelah memakamkan jenazah, tangan harus dimasukkan ke cairan alkohol 70 persen.
“Awalnya memang takut. Tapi dengan komunikasi dengan dokter gimana caranya supaya tidak kena. Yang pertama safety. Untuk urusan muka harus betul-betul rapat. Setelah memakamkan tangan harus dimasukkan ke cairan alkohol 70 persen. Hampir setiap hari seperti itu,” katanya.
Baca juga: 3 Bulan Tak Pulang ke Rumah, Relawan Covid-19: Rindu Sekali Jumpa Keluarga
Tak hanya itu. Ia dan relawan lainnya harus menjaga waktu istirahat karena jika kelelahan dapat mengurangi daya tahan tubuh.
Apalagi ia kerap memakamkan lebih dari satu jenazah dalam sehari. Pemakamannya kadang dilakukan pada malam hari dan dini hari.
Jika lelah, tak jarangi ia tidur di kuburan karena jenazah pasien Covid-19 harus dimakamkan maksimal empat jam setelah meninggal.
“Iya haya pola hidup saja (untuk menjaga daya tahan tubuh). Misalkan gini, ini tidak mungkin balik ke rumah, kalau memang lelah, sudah tidur di situ."
"Sambil menunggu yang selesai (yang akan dimakamkan lagi). Istirahat, capek karena kurang tidur. Tidur satu jam, di-calling berangkat lagi. Jadi tidak harus ke kantor dulu,” jelasnya.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Andi Hartik | Editor: Dheri Agriesta)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.