Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER NUSANTARA] Terobosan Ventilator Indonesia | Beras 10 Kilogram Dijual Rp 2 Juta

Kompas.com - 03/07/2020, 06:13 WIB
Michael Hangga Wismabrata

Editor

KOMPAS.com - Syarif Hidayat, dosen Institut Teknologi Bandung (ITB), bersyukur telah rampung menciptakan alat Ventilator Indonesia (Vent-I).

Sebanyak 850 Vent-I akan segera dibagikan gratis ke rumah sakit di Indonesia untuk membantu para tim medis menangani pasien Covid-19.

Kisah perjuangan Syarif menjadi sorotan pembaca Kompas.com di hari kemarin.

Sementara itu, tingginya jumlah kematian pasien Covid-19 di Surabaya diakui Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

Risma, sapaan akrabnya, mengatakan, pemicunya adalah angka faktor penyakit penyerta atau komorbid.

Berikut ini berita populer nusantara selengkapnya:

1. Risma dan angka kematian Covid-19

Wali Kota Surabaya Tri RismahariniDok. Pemkot Surabaya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini
Menurut Risma, jumlah pasien dengan memiliki penyakit penyerta atau komorbid di Surabaya cukup tinggi.

Kondisi pasien tersebut, membuat angka kematian Covid-19 di Surabaya tinggi. Dirinya mengaku saat ini tengah mencari cara penanganan yang tepat bagi pasien tersebut.

"Karena hampir 90 persen angka kematian pasien Covid-19 ada komorbid," kata Risma saat menggelar pertemuan dengan pimpinan RS dan staf Kemenkes di Balai Kota Surabaya, Rabu (1/7/2020).

Baca berita selengkapnya: Angka Kematian Pasien Covid-19 di Surabaya Tinggi, Ini Penjelasan Risma

 

2. Cerita pencipta Vent-I

Ventilator hasil kerja sama beberapa unsur di Jawa Barat. 
DOK. Humas Pemprov Jabar Ventilator hasil kerja sama beberapa unsur di Jawa Barat.

Syarif mengakui bersyukur dan lega setelah Venti-I dinyatakan lolos semua kriteria uji sesuai dengan standar SNI IEC 60601-1:204: Persyaratan Umum Keselamatan Dasar dan Kinerja Esensial dan Rapidly Manufactured CPAP Systems, Document CPAP 001, Specification, MHRA, 2020.

Alat tersebut, menurut Syarif, harganya jauh lebih murah, sekitar Rp 18 juta, dibandingkan dengan ventilator portable di pasaran dunia yang harganya mencapai Rp 30 juta-70 juta.

Alat tersebut tengah dipersiapkan untuk dibagikan ke sejumlah rumah sakit di Indonesia.

Baca berita selengkapnya: Kisah Dosen ITB Bikin Ventilator Indonesia, Rela Dicibir, Tidur di Masjid, hingga Dapat Dana Rp 10 M

3. Minim pelayanan di zona merah, perantau Ponorogo mudik

Bupati Ponorogo, Ipong MuchlissoniKOMPAS.COM/MUHLIS AL ALAWI Bupati Ponorogo, Ipong Muchlissoni

Sejumlah perantau asal Ponorogo memilih pulang kampung mudik lantaran kesulitan mendapatkan fasilitas kesehatan.

"Membeludaknya kasus Covid-19 di Surabaya dan zona merah lainnya mengakibatkan orang-orang (perantau asal Ponorogo) yang sakit di sana sangat sulit mendapatkan fasilitas pelayanan atau perawatan karena sudah overload. Sehingga mereka memilih pulang untuk mencari fasilitas pelayanan kesehatan yang masih bisa menerima,” ujar Bupati Ponogoro Ipong Muchlissoni kepada Kompas.com, Rabu (1/7/2020) malam.

Menurutnya, perantau asal Ponorogo yang pulang dalam kondisi sakit sangat berisiko, bagi diri sendiri dan orang lain.

Kondisi ini terbukti dari total 45 kasus terkonfirmasi positif Covid-19, 11 di antaranya berasal dari perantau.

Baca berita selengkapnya: "Covid-19 di Surabaya dan Zona Merah Membeludak, Warga Sakit Sulit Dapat Pelayanan..."

 

4. Harga beras 10 kilo Rp 2 juta?

Wilayah Maining 33 salah satu lokasi tambang rakyat di Korowai, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua.(ANTARA/Musa Abubar) Wilayah Maining 33 salah satu lokasi tambang rakyat di Korowai, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua.

Tingginya harga kebutuhan pokok di kawasan tambang emas tradisional di Korowai, tepatnya di Maining 33, Distrik Kawinggon, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua, menyita perhatian masyarakat.

Hal itu diungkapkan salah satu pengelola Koperasi Kawe Senggaup Maining Hengki Yaluwo di Korowai.

"Beras 10 kilogram itu emas empat gram, kalau dibeli dengan uang, satu karung itu harganya Rp 2 juta," katanya, dilansir dari Antara Rabu (1/7/2020).

Hal itu, menurut Hengki, disebabkan lokasi Korowai yang masih terisolir dan belum tersentuh pembangunan.

Baca berita selengkapnya: Di Kawasan Tambang Korowai, 10 Kilogram Beras Dijual Seharga Rp 2 Juta

5. Martin, suami korban tabrak lari di Solo mencari keadilan

Martin Jelli Pelle (50), suami korban tabrak lari di Overpass Manahan, Solo, Jawa Tengah ditemui seusai memperingati satu tahun peristiwa tabrak lari di Overpass Manahan, Solo, Jawa Tengah, Rabu (1/7/2020).KOMPAS.com/LABIB ZAMANI Martin Jelli Pelle (50), suami korban tabrak lari di Overpass Manahan, Solo, Jawa Tengah ditemui seusai memperingati satu tahun peristiwa tabrak lari di Overpass Manahan, Solo, Jawa Tengah, Rabu (1/7/2020).

Martin Jelli Pelle (50), suami korban tabrak lari di Overpass Manahan, Solo, Jawa Tengah, mempertanyakan kasus yang sudah setahun belum terungkap.

Martin mengatakan, pelaku penabrak istrinya Retnoning (54), juga belum ditangkap.

Sementara itu, Kasatlantas Polresta Solo Kompol Afrian Satya Permadi mengatakan, sampai saat ini belum ada bukti petunjuk lanjut terkait kasus tabrak lari.

Baca berita selengkapnya: Setahun Tabrak Lari Overpass Manahan Solo Belum Terungkap, Suami Korban: Saya Minta Keadilan

(Penulis: Kontributor Bandung, Reni Susanti, Kontributor Solo, Muhlis Al AlawiKontributor Solo, Labib Zamani | Editor: Khairina, Dheri Agriesta, David Olver Purba, Aprillia Ika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com