KUPANG, KOMPAS.com - Masyarakat yang bermukim di Kampung Lamalera, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengeluh soal akses komunikasi menggunakan telepon seluler.
Di wilayah yang terkenal hingga mancanegara karena menjadi destinasi wisata kelas dunia perburuan paus itu, tidak ada jaringan telepon, apalagi internet.
"Hidup kami sudah seperti di neraka, karena selain kondisi jalan raya yang rusak berat, sinyal telepon juga rusak berat," ungkap Kepala Desa Lamalera B, Antonius Boli, saat dihubungi Kompas.com, melalui sambungan telepon, Jumat (19/6/2020) siang.
Antonius baru bisa membalas pesan singkat via WhatsApp yang dikirim Kompas.com sejak Senin (15/6/2020) lalu, pada hari ini. Itu pun setelah mendapat jaringan telepon seluler dari kecamatan terdekat.
Menurut Antonius, untuk mencari jaringan telepon Telkomsel sebagai satu-satunya provider di wilayah itu, pihaknya harus menempuh perjalanan sejauh tujuh hingga delapan kilometer ke kecamatan tetangga.
Antonius menyebut, akibat ketiadaan sinyal telepon, sangat mengganggu kegiatan komunikasi pemerintahan desa dan juga pendidikan anak sekolah.
Dia pun mencontoh soal kegiatan rapat yang digelar di Kecamatan Wulandoni.
Di saat desa lainnya sudah tahu jadwalnya, pihaknya malah belum menerima informasi apapun.
"Anak-anak sekolah, kalau mau kirim data menggunakan internet, harus jalan sejauh tujuh kilometer ke kecamatan tetangga untuk kirim," ungkap dia.