Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemkot Surabaya Tak Denda Pelanggar Protokol Kesehatan Selama Masa Transisi, Ini Alasannya

Kompas.com - 17/06/2020, 11:24 WIB
Ghinan Salman,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini tak memberikan sanksi denda kepada masyarakat yang melanggar protokol kesehatan selama masa transisi menuju fase new normal atau tatanan kehidupan baru.

Langkah ini berbeda dengan aturan yang diterapkan dua wilayah Surabaya Raya lainnya, yakni Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik. Dua kabupaten itu menerapkan denda bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan.

Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Irvan Widyanto mengungkap alasan Risma tak mau memberi denda kepada para pelanggar.

Baca juga: Menko PMK Minta Kepala Daerah Berguru Penanganan Covid-19 kepada Risma

Menurutnya, Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada kondisi pandemi Covid-19, bukan untuk warga.

"Situasi saat ini sangat sulit bagi semuanya, karena itu Ibu Wali Kota (Tri Rismaharini) tidak ingin membebani warganya dengan pengenaan denda-denda itu. Makanya, dalam Perwali itu tidak ada sanksi berupa denda-denda," kata Irvan saat dikonfirmasi, Rabu (17/6/2020).

Aturan itu dibuat untuk membangun kesadaran masyarakat menerapkan protokol kesehatan selama pandemi Covid-19.

Menurut Irvan, kesadaran masyarakat paling dibutuhkan untuk menghadapi pandemi Covid-19. Risma, kata dia, percaya masyarakat Surabaya disiplin menerapkan protokol kesehatan.

"Ketika kesadaran di tengah masyarakat itu tumbuh, maka itulah arti mitigasi yang sebenarnya. Jadi, saat ini masyarakat tidak butuh ditekan-tekan lagi oleh aparat dan sebagainya," ujar Irvan.

Baca juga: Tak Pakai Masker Saat Masa Transisi di Gresik, Dihukum Kerja Sosial atau Denda Rp 150.000

Irvan menyebut, Risma selalu mengajak seluruh elemen masyarakat menghadapi pandemi Covid-19.

Pemkot Surabaya juga berharap masyarakat saling mengingatkan dalam menerapkan protokol kesehatan.

 

Sanksi untuk sektor usaha

Menurut Irvan, pengenaan sanksi dalam perwali itu hanya diberikan untuk sektor usaha.

Saksi dimulai dengan teguran lisan. Lalu, ada paksaan pemerintah berupa pengentian kegiatan jika melanggar protokol kesehatan.

Baca juga: Tetap Ada Jam Malam Selama Masa Transisi Menuju New Normal di Sidoarjo

"Nah, jika masih ngotot dan masih tetap buka, maka bisa kita usulkan kepada OPD terkait untuk merekomkan pencabutan izin usaha," ujar dia.

Sementara itu, Pembina Pengurus Daerah Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Jawa Timur Estiningtyas Nugraheni, mengapresiasi berbagai langkah yang dilakukan gugus tugas dan Pemkot Surabaya.

Salah satunya dalam penerapan sanksi yang diatur dalam Perwali.

Menurut Ketua IKA FKM Unair ini, sanksi yang diberlakukan Pemkot Surabaya lebih konstruktif.

"Pada umumnya, masyarakat menaati sanksi itu karena takut. Sedangkan jika mereka dibuat mengerti dan memahami serta sadar, maka akan ada hubungan secara psikilogis bahwa dia akan mendukung langkah itu, sehingga efek jeranya akan lebih permanen," kata dia.

Baca juga: Daftar Lengkap Denda bagi Pelanggar Aturan Selama Masa Transisi di Surabaya Raya

Ia menilai, sanksi yang diberlakukan Pemkot Surabaya dengan meniadakan denda lebih efektif dan permanen. Sebab, kepatuhan masyarakat berlandaskan kesadaran masing-masing individu.

"Menurut saya, Surabaya secara struktur kemasyarakatannya cukup siap melakukan ini, karena bisa digerakkan hatinya. Bu Wali saya yakin sangat paham soal ini, dan beliau sangat bisa mengelola warganya," jelas Esti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com