PEKANBARU, KOMPAS.com - Pak Bongku Bin Jelodan (58), seorang warga suku sakai di Dusun Suluk Bongkal, Kecamatan Koto Pait Beringin, Kecamatan Talang Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau, yang dipenjara karena tanam ubi di lahan perusahaan akhirnya dibebaskan.
Pak Bongku bebas setelah menjalani hukuman lebih kurang tujuh bulan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Bengkalis.
Pak Bongku sebelumnya divonis satu tahun penjara dan didenda Rp 200 juta dan subsider 1 bulan oleh putusan Hakim Pengadilan Negeri Bengkalis.
Baca juga: Kisah Pak Bongku dari Suku Sakai, Dipenjara gara-gara Tanam Ubi di Tanah Ulayat Perusahaan
Pembebasan Pak Bongku dari penjara disampaikan Andi Wijaya, selaku Direktur LBH Pekanbaru, yang sejak awal menangani kasus ini.
"Pak Bongku dinyatakan bebas pada 10 Juni 2020 melaui asimilasi sesuai dengan Permenkumham Nomor 10 tahun 2020, tentang syarat pemberian asimilasi dalam pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19 serta Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-19.PK.0104.04 tahun 2020, tentang pengeluaran dan pembebasan melalui asimilasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19," sebut Andi dalam siaran pers kepada Kompas.com, Jumat (12/6/2020).
Ia menyebut Koalisi Masyarakat Adat untuk Hutan dan Tanah telah memberikan keterangan terkait pembebasan Bongku oleh Lapas kelas II Bengkalis.
Andi menjelaskan, sebelumnya pada 18 Mei 2020, Majelis Hakim PN Bengkalis menghukum Bongku setahun penjara, denda Rp 200 juta, karena menebang akasia-ekaliptus seluas setengah hektar di dalam konsesi PT Arara Abadi (Sinar Mas Group).
Baca juga: Ibu 3 Anak Ini Akan Diadili karena Curi Sawit yang Rugikan PTPN Rp 76.500
Pasca putusan Bongku bersama Penasihat Hukum (PH) langsung melakukan upaya banding pada tanggal 22 Mei 2020.
Namun, pada tanggal 5 Juni 2020, Bongku mencabut dan tidak melanjutkan banding.
Bongku menyatakan tak melanjutkan banding karena rindu pada istri, anak dan keluarga lainnya.
Koalisi Masyarakat Adat untuk Hutan dan Tanah mengapresiasi atas pilihan Bongku agar bisa bertemu dengan istri dan empat anaknya tersebut.
"Jadi, Pak Bongku ini bebas karena program asimilasi. Bukan karena ada indikasi lain," jelas Andi.