Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pak Bongku Warga Suku Sakai, Dipenjara gara-gara Tanam Ubi, Bebas karena Asimilasi

Kompas.com - 13/06/2020, 09:13 WIB
Idon Tanjung,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

PEKANBARU, KOMPAS.com - Pak Bongku Bin Jelodan (58), seorang warga suku sakai di Dusun Suluk Bongkal, Kecamatan Koto Pait Beringin, Kecamatan Talang Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau, yang dipenjara karena tanam ubi di lahan perusahaan akhirnya dibebaskan.

Pak Bongku bebas setelah menjalani hukuman lebih kurang tujuh bulan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II  A Bengkalis.

Pak Bongku sebelumnya divonis satu tahun penjara dan didenda Rp 200 juta dan subsider 1 bulan oleh putusan Hakim Pengadilan Negeri Bengkalis. 

Baca juga: Kisah Pak Bongku dari Suku Sakai, Dipenjara gara-gara Tanam Ubi di Tanah Ulayat Perusahaan

Pembebasan Pak Bongku dari penjara disampaikan Andi Wijaya, selaku Direktur LBH Pekanbaru, yang sejak awal menangani kasus ini.

"Pak Bongku dinyatakan bebas pada 10 Juni 2020 melaui asimilasi sesuai dengan Permenkumham Nomor 10 tahun 2020, tentang syarat pemberian asimilasi dalam pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19 serta Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-19.PK.0104.04 tahun 2020, tentang pengeluaran dan pembebasan melalui asimilasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19," sebut Andi dalam siaran pers kepada Kompas.com, Jumat (12/6/2020).

Ia menyebut Koalisi Masyarakat Adat untuk Hutan dan Tanah telah memberikan keterangan terkait pembebasan Bongku oleh Lapas kelas II Bengkalis. 

Andi menjelaskan, sebelumnya pada 18 Mei 2020, Majelis Hakim PN Bengkalis menghukum Bongku setahun penjara, denda Rp 200 juta, karena menebang akasia-ekaliptus seluas setengah hektar di dalam konsesi PT Arara Abadi (Sinar Mas Group).

Baca juga: Ibu 3 Anak Ini Akan Diadili karena Curi Sawit yang Rugikan PTPN Rp 76.500

Bebas karena asimilasi

Pasca putusan Bongku bersama Penasihat Hukum (PH) langsung melakukan upaya banding pada tanggal 22 Mei 2020. 

Namun, pada tanggal 5 Juni 2020, Bongku mencabut dan tidak melanjutkan banding.

Bongku menyatakan tak melanjutkan banding karena rindu pada istri, anak dan keluarga lainnya. 

Koalisi Masyarakat Adat untuk Hutan dan Tanah mengapresiasi atas pilihan Bongku agar bisa bertemu dengan istri dan empat anaknya tersebut.  

"Jadi, Pak Bongku ini bebas karena program asimilasi. Bukan karena ada indikasi lain," jelas Andi.

 

Dipenjara karena tanam ubi

Diberitakan sebelumnya, Pak Bongku Bin Jelodan (58) dipenjara karena membuka lahan setengah hektar untuk menanam ubi di tanah ulayat yang berada di areal PT Arara Abadi.

Awalnya, pada Minggu 3 November 2019, Pak Bongku ditangkap oleh sekuriti PT Arara Abadi lalu diserahkan ke Polsek Pinggir, Bengkalis.

Penasehat Hukum terdakwa dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, Rian Sibarani mengatakan, Pak Bongku disidang di Pengadilan Bengkalis 24 Februari 2020 lalu.

"Hakim saat itu menyatakan Pak Bongku bersalah dan menjatuhi hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 200 juta" kata Rian dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Senin (25/5/2020) lalu.

Dia menyebutkan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Pak Bongku melanggar Pasal 82 ayat (1) huruf c Undang-Undang No.18 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) yang berbunyi: 

"Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun penjara serta pidana denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 2,5 milar.

Suku Sakai

Namun, menurut Rian, selama dalam perjalanan sidang, tidak satu pun pasal dalam dakwaan Jaksa dapat dibuktikan. 

Fakta di persidangan mengungkapkan bahwa Pak Bongku adalah masyarakat adat Sakai yang tinggal tidak begitu jauh dari lokasi penebangan. 

Ahli masyarakat adat dari Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau dalam persidangan menjelaskan bahwa masyarakat adat Sakai sudah hidup lama sebelum Indonesia ada dan tercatat dalam dokumen LAM.

Atas hal itu lah, LBH Pekanbaru berjuang untuk membela Pak Bongku, karena hukum dinilai tidak memihak petani tersebut.

 

Awal penyebab sengketa lahan

Humas PT Sinar Mas Nurul Huda menjelaskan, awal dan penyebab sengketa terjadi sejak tahun 2001 silam.

Kala itu, masyarakat Adat Suku Sakai mengklaim bahwa lebih kurang 7.158 hektar lahan yang mencakup area HTI PT Arara Abadi seluas 327,2 hektar, adalah lahan ulayat dua pebatinan, yaitu Batin Beringin dan Batin Penaso.

Menanggapi klaim tersebut, PT Arara Abadi sepakat untuk melakukan pengecekan lapangan bersama perwakilan masyarakat. 

"Dari proses ini, diketahui bahwa lahan tersebut sebelumnya tidak pernah dikuasai oleh masyarakat Suku Sakai, yang ketika itu hanya menempati Desa Penaso, Sialang Rimbun, dan Muara Basung," kata Nurul dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Senin.

Bahkan, sambung dia, lahan yang diklaim dan ditunjuk oleh masyarakat Suku Sakai yang dimaksud ternyata sebagian besar sudah dikuasai oleh pihak ketiga. 

Meski demikian, antara tahun 2001 hingga 2019, sejumlah oknum masyarakat Suku Sakai terus berupaya menduduki lahan tersebut dan menghentikan kegiatan operasional perusahaan. 

Berpegang pada batas konsesi

Nurul melanjutkan, penyelesaian dan hasilnya dalam kegiatan operasionalnya, PT Arara Abadi selalu berpegang pada batas konsesi sesuai izin yang diberikan oleh pemerintah serta hukum dan perundang-undangan yang berlaku. 

"Sejak tahun 2013, PT Arara Abadi juga sudah melakukan pemetaan konflik yang ada di wilayah konsesinya. Termasuk di dalamnya konflik dengan masyarakat Sakai," ucap Nurul.

Kata dia, perusahaan juga berupaya untuk tetap mendukung pemberdayaan masyarakat Sakai. 

Hal ini dilakukan dengan, antara lain, menjalankan kemitraan pengelolaan tanaman kehidupan di sebagian area SK Menhut atas nama PT Arara Abadi, mempekerjakan masyarakat sebagai tim pencegah kebakaran, serta menjalankan sejumlah program CSR. 

Perusahaan juga mengupayakan mediasi, termasuk dengan melibatkan Camat Pinggir dan DPRD Kabupaten Bengkalis pada tahun 2012 dan 2015, hingga mencapai berbagai MoU, Berita Acara dan kesepakatan. 

MoU berita acara dan berbagai kesepakatan yang telah tercapai tersebut, adalah bukti adanya kesepakatan penyelesaian sengketa yang terjadi ketika itu. 

Pada tahun 2016, PT Arara Abadi pun telah melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memfasilitasi mediasi dengan masyarakat Sakai. Sebagai hasilnya, kedua belah pihak menyepakati untuk menyerahkan mekanisme penanganan konflik pada KLHK dan membentuk tim negosiasi.

'Hingga hari ini, PT Arara Abadi tetap berpegang teguh pada kesepakatan yang difasilitasi oleh KLHK," terang Nurul.

 

Lantas mengapa sengketa masih berlanjut?

Pihak perusahaan, kata Nurul, menyayangkan bahwa sejak tercapainya kesepakatan ini, sejumlah oknum dari masyarakat Sakai telah berulang kali menduduki kembali lahan perusahaan serta menghalangi kegiatan operasional perusahaan.

Insiden terbaru, yakni penebangan tanaman ekaliptus di wilayah konsesi oleh salah satu anggota masyarakat Sakai, Pak Bongku pada November 2019 lalu.

"Sebelumnya, Saudar Bongku juga pernah terlibat dalam aksi pendudukan lahan bersama STR (Serikat Tani Riau) pada tahun 2008 beserta sejumlah oknum lainnya, dan telah diputuskan bersalah dalam proses hukum yang berlangsung," sebut Nurul.

Dia menegaskan, perusahaan dengan transparan telah mengikuti seluruh proses hukum yang tengah berjalan terhadap Pak Bongku, serta mendukung pihak berwenang dengan menyampaikan fakta-fakta yang dibutuhkan. 

Dalam mencapai resolusi, PT Arara Abadi tetap berkomitmen untuk mematuhi hukum negara Republik Indonesia, serta prinsip-prinsip internasional yang berlaku terkait penghormatan hak-hak masyarakat lokal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com