Dengan demikian, ke depannya diharapkan kasus positif di Surabaya tidak lagi bertambah atau trennya mulai mengalami penurunan.
"Nanti kita akan buka datanya berapa yang sudah di-rapid test dan tes swab sejak awal hingga sekarang. Dengan banyaknya rapid test dan tes swab yang dilakukan, pasti banyak kasus terungkap," kata Fikser.
Baca juga: Kasus Pembunuhan di Medan, Surat Cinta Diduga untuk Hilangkan Jejak
Jumlah kasus bukan penentu keberhasilan
Fikser menegaskan bahwa Pemkot Surabaya tidak pernah menutupi data kasus pasien Covid-19 yang ditemukan.
Semua data itu dibuka ke publik, agar masyarakat terus meningkatkan kewaspadaan.
Misalnya dengan tetap berada di rumah, mematuhi aturan pemerintah dengan menerapkan physical distancing, serta konsisten menjaga pola hidup bersih dan sehat.
Menurut Fikser, indikator keberhasilan dalam penanganan Covid-19, termasuk selama penerapan PSBB ini, tidak dapat dinilai dari jumlah pasien.
Sebab, yang paling penting dalam penanganan Covid-19 adalah sejauh mana upaya yang sudah dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Fikser mengatakan, selama ini Pemkot Surabaya gencar melakukan pemeriksaan dan penelusuran.
Bahkan, tracing dilakukan hingga di level paling bawah atau akar rumput, untuk mengetahui seberapa besar sesungguhnya jumlah warga yang memiliki gejala atau terpapar virus corona.
Meski demikian, ia mengakui masih ada beberapa catatan yang harus dibenahi.
Fikser menyebut, perlu kerja sama semua pihak, terutama masyarakat agar mematuhi aturan, sehingga bisa bersama-sama memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di Surabaya.
"Karena garda terdepan adalah diri kita, masyarakat sendiri. Sosialisasi pun juga sering kita sampaikan. Tapi kita juga terus berusaha untuk tegas, supaya sisa waktu PSBB ini bisa menekan angka positif itu," tutur Fikser.