Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siswa Jadi Korban Sodomi Guru, Pemulihan Anak Jadi yang Utama

Kompas.com - 28/04/2020, 12:11 WIB
Firman Taufiqurrahman,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

CIANJUR, KOMPAS.com – Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, akan memberikan bantuan dan pendampingan psikologis terhadap siswa korban sodomi.

Ketua Harian P2TP2A Cianjur Lidya Indayani Umar mengatakan, kasus ini perlu penanganan secara serius, karena menyangkut keberlangsungan psikologis anak yang jadi korban.

“Berdasarkan pengalaman-pengalaman dari kasus serupa yang pernah kami tangani, terjadi perubahan yang sangat mencolok pada psikologis anak (korban) pasca kejadian,” kata Lidya kepada Kompas.com, Selasa (28/4/2020).

Baca juga: Guru MTs Ketahuan Puluhan Kali Sodomi Siswanya

Menurut Lidya, sifat dan perilaku anak biasanya berubah menjadi pemarah, bahasanya menjadi kasar dan emosi yang tidak terkendali.

Untuk itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan para pihak terkait, agar bisa segera memberikan pendampingan terhadap korban.

“Korban harus segera dikonseling secara berkelanjutan dan total, agar apa yang dialaminya tidak dilakukan kepada orang lain di kemudian hari,” kata dia.

Baca juga: Viral Video Gadis Pingsan Diduga Corona, Ternyata Diputus Pacar

Lidya merasa geram dan prihatin kasus pencabulan kembali terjadi. Apalagi melibatkan seorang guru yang sejatinya menjadi pengayom dan pendidik.

“Bukan malah sebaliknya, melakukan perbuatan jahat seperti ini kepada muridnya," ucap Lidya.

Baca juga: Pengalaman Kuliah Online, yang Bikin Lucu hingga Cerita di Balik Layar

Diberitakan sebelumnya, polisi menangkap guru honorer MTs di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Pelaku berinisial YH (31) diduga telah melakukan sodomi kepada salah satu siswanya.

Perbuatan keji yang berlangsung sejak September 2019 itu diduga sudah puluhan kali dilakukan.

Perbuatan guru tersebut baru terungkap setelah kakak korban curiga dengan isi percakapan sang adik dengan pelaku di WhatsApp.

Pelaku dijerat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.

Penyidik masih terus mengembangkan kasus tersebut untuk mengungkap kemungkinan adanya korban lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com