Menyaksikan sendiri kematian warganya membuat Willy segera bergerak.
Ia mengeluarkan surat edaran pada sleuruh kepala desa, lurah, camat dan instansi lainnya.
Surat edaran berisi perintah membawa warga yang menderita demam ke puskesmas atau rumah sakit tanpa dipungut biaya.
"Semua pasien yang datang berobat tidak usah bayar. Gratis dulu, supaya mereka tidak takut datang. Ada BPJS atau pun tidak, tetap harus ditangani," ungkapnya.
Hal itu dilakukan setelah ia menemukan benang merah penyebab banyaknya korban DBD.
"Saya sudah cek langsung, ternyata masyarakat takut datang ke rumah sakit karena tidak punya BPJS," ungkap Willy.
Akibatnya, para penderita DBD baru dilarikan ke rumah sakit saat kondisinya kritis hingga nyawa tak bisa diselamatkan.
Baca juga: Penderita DBD di Balikpapan Capai 351 Orang, 4 Meninggal Dunia
Namun penetapan belum diberlakukan lantaran pemerintah daerah masih berkonsultasi dengan Dinas Kesehatan NTT.
"Saya lebih senang KLB sehingga penanganannya lebih cepat dan terkendali dan bisa meminta bantuan pemerintah pusat," katanya.
Mengacu data, terdapat 355 orang warganya dirawat sejak Januari hingga Maret 2020.
Lima orang dinyatakan meninggal dunia. Korban meninggal dunia rata-rata berusia di bawah 10 tahun atau masih anak-anak.
Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere | Editor: Robertus Belarminus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.