Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Garin Anak Korban Bom Bali I, Lihat Jenazah Ayahnya Hangus dan Memilih Mengurung Diri

Kompas.com - 18/02/2020, 17:07 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Garil Arnandha (27) pertama kalinya melihat nama ayanya, Aris Munandar monumen peringatan Bom Bali I di Legian, Bali saat peringatan 17 tahun Bon Bali pada 12 Oktober 2019 lalu.

Selama 17 tahun ia memilih mengurung diri di dalam kamar setiap peringatan Bom Bali pada 12 Oktober yang menewaskan sang ayah.

Selama ini Garil mengaku memendam kemarahan, kesedihan, depresi, dan trauma.

"Kalau jujur, saya pendam perasaan sendiri dalam kamar, saya tak pernah ikut, ini baru pertama kali saya ke sini. Mama ngajak terus tapi tak kuat, di rumah saja. Saya takut emosi saya menggebu-gebu mengingat kejadian itu."

Baca juga: Saat Garil Anak Korban Bom Bali I Bertemu Ali Imron Pelaku Pengeboman

"Di dalam hati saya, masih tak percaya, apalagi kalau liat foto bapak tak kuat. Di antara adik-adik, saya yang paling ngrasain bersama bapak," jelas Garil dilansir dari BBC Indonesia.

Saat kejadian pada Sabtu 12 Oktiber 2002 malam, Aris ayah Garil sedang menunggu tamu di depan Sari Club diskotek yang penuh dengan tamu asing.

Ia diduga tidur pulas setelah minum obat sebelum menunggu tamu.

Aris ditemukan sehari setelah bom seberat 1,1 ton meledak. Jenazahnya hangus terbakar dan nyaris tak dikenali.

"Wajah itu bukan bapak saya, sudah benar-benar hangus, persis seperti ayam bakar," cerita Garil.

Baca juga: Berdialog dengan Eks Napi Teroris Bom Bali I, Ganjar: Nyesal Enggak Berbuat Jahat?

Ayah Garil memarkir mobilnya di depan Sari Club untuk menunggu penumpang. Getty Images Ayah Garil memarkir mobilnya di depan Sari Club untuk menunggu penumpang.
Pada 13 Oktober 2002 sekitar jam dua siang, Garil yang masih berusia 10 tahun ditemani kakek angkatnya melihat jenazah ayahnya diturunkan dari mobil di depan kediaman keluarganya di Denpasar.

Saat serangan teroris terparah di Indonesia itu terjadi, Garil berusia 10 tahun. Sementara adik kedua dan ketiganya masing-masing berumur lima tahun dan dua tahun,

Sementara sang ibu Endang Isnanik sedang sakit. Saat jenazah suaminya datang, ia hanya melihat dari kejauhan.

"Ada mobil kecil datang, ternyata keluar tandu. (Saya lihat dari jauh), Posisi suami saya kakinya begini (melipat kaki) keluarga pegang saya dan saya gak boleh lihat lagi. Yang lihat anak saya," cerita Endang.

Baca juga: Terpidana Bom Bali Umar Patek Diusulkan Dapat Pembebasan Bersyarat

"Saya hanya lihat posisinya lagi tidur di depan stir mobil. Seperti yang dia cerita pada malam saat berangkat dia mau minum obat sambil menunggu tamu, mungkin tertidur pulas waktu kejadian," tambahnya.

"Mayat didatangkan karena kondisi yang lengket, tak bisa dimandikan, hanya bisa ditayamun. Disalatkan di masjid, dikuburkan hari itu juga," kata Endang lagi.

Setelah sang kepala kelurga meninggal, Garil, ibu, dan adik-adiknya melewati masa berat.

Baca juga: Istri Terpidana Bom Bali Umar Patek Resmi Jadi WNI

"Setiap berjalan ke sekolah, kelas di lantai atas, dan biasanya ada bapak sama mama datang," cerita Garil.

"Saya kalau ingat di sekolah, dibandingkan adik-adik, saya yang paling ingat bapak, anak pertama yang paling disayang."

"Kaya udah tak ada tujuan hidup, bingung tak tahu gimana. Sampai SMA pun, masih gak karuan. Melihat kondisi mama, saya seperti orang depresi."

Baca juga: Cerita Keluarga Korban Bom Bali, Tak Bisa Lupakan Tapi Sudah Memaafkan

 

Saya sedih ada pembunuh yang bilang dia Islam, kata Garil kepada Ali Imron. dok BBC Indonesia Saya sedih ada pembunuh yang bilang dia Islam, kata Garil kepada Ali Imron.
Bertemu dengan pelaku pengeboman

Aris Munandar, ayah Garis termasuk 38 orang korban meninggal asal Indonesia. Korban terbanyak dari Australia yakni 88 orang. Sementara 28 orang korban dari Inggris dan sejumlah negara lainnya.

Kala itu korban meninggal mencapai 202 orang dan ratusan orang lainnya luka-luka.

Bom Bali 1 diotaki Ali Imron, Amrozi, dan Ali Gufron alias Muklas serta Imam Samudra yang telah dieksekusi pada 2008 lalu.

Garil dan ibunya kemudian bertemu dengan terpidana terorisme Bom Bali 1, Ali Imron di salah satu ruangan di Polda Metro Jaya.

Baca juga: Warga Jepang yang Kehilangan Keluarga Berdoa di Monumen Bom Bali

Pertemuan itu dilakukan beberapa hari setelah peringatan ke-17 Bom Bali 1. Kepada Ali Imron, Garil menyampaikan perasaan dan pertanyaan yang ia pendam selama ini.

"Saya masih kecil, saya melihat bapak kandung saya dalam keadaan seperti itu…Hati saya hancur ketika itu. Tulang punggung keluarga saya, membesarkan saya, Bapak bisa bayangkan kalau Bapak jadi saya, dengan keadaan ibu tak bisa jalan, tak ada kerjaan. Adik masih bayi. Saya masih bocah."

"Kami tak punya tempat tinggal, bingung tinggal di mana, sampai saat ini, kami tak punya rumah, tinggal di sana sini, sekarang tinggal di kos-kosan … jujur dulu saya sangat kesal, dalam jiwa saya marah. Saya ingin semua tersangka dihukum mati, tak ada kecuali."

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Tragedi Bom Bali I Renggut 202 Nyawa

"Yang saya tak habis pikir, atas dasar apa pelaku ini melakukan seperti ini, yang katanya Islam, Islam mana yang membunuh saudaranya sendiri."

Ali Imron tertunduk mendengar pertanyaan dan pernyataan ini.

"Saya sedih ada pembunuh yang bilang dia Islam," jelas Garil lagi.

SUMBER: BBC Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com